Jumat, 05 Februari 2010

Wanita


Sayyidina Ali K.W

1. Sesungguhnya wanita (sanggup) menyembunyikan cinta selama empat puluh tahun, namun dia tidak (sanggup) menyembunyikan kebencian walaupun hanya sesaat.
2. Sesungguhnya Allah menciptakan wanita dari kelemahan dan aurat. Maka, obatilah kelemahan mereka dengan diam, dan tutupilah aurat itu dengan menempatkannya di rumah.
3. Sebaik-baik perangai wanita adalah seburuk-buruk perangai laki-­laki, yaitu: angkuh, penakut, kikir. Jika wanita angkuh, dia tidak akan memberi kuasa kepada nafsunya. Jika wanita itu kikir, dia akan menjaga hartanya dan harta suaminya. Dan jika wanita itu penakut, dia akan takut dari segala sesuatu yang menimpanya.
4. Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, karena mungkin saja kecantikannya akan membinasakannya. Dan jangan pula kalian menikahi wanita karena hartanya, karena mungkin saja hartanya akan menjadikannya bersikap sewenang-wenang. Akan tetapi, nikahilah wanita itu karena agamanya. Sungguh, seorang budak wanita hitam yang putus hidungnya, tetapi kuat agamanya, dia lebih utama.
5. Aib yang terdapat pada seorang wanita akan terus ada selamanya. Aib ini juga akan menimpa anak-anaknya setelah menimpa ayah mereka.
6. Kecemburuan seorang wanita adalah kekufuran, sedangkan kecem­buruan seorang laki-laki adalah keimanan.
7. Amma Ba’du. Wahai penduduk Irak, sesungguhnya kalian ini seper­ti perempuan yang mengandung. Dia lama mengandung bayinya, ketika telah sempurna kandungannya, dia melahirkan bayinya dalam keadaan mati, lalu meninggal pula suaminya dan dia pun lama menjanda. Kemudian yang mewarisi dirinya adalah orang yang jauh (kekerabatannya) dengannya.

Filosofi Lisan


Sayyidina Ali K.W

1. Lisan orang mukmin bermula dari belakang hatinya, sedangkan hati orang munafik bemula dari belakang lisannya.
2. Tidaklah lurus iman seorang hamba sehingga lurus hatinya, dan tidak akan lurus hatinya sehingga lurus lisannya.
3. Demi Allah, tidaklah aku melihat seorang hamba bertaqwa dengan taqwa yang membawa manfaat baginya sehingga dia menyimpan lisannya.
4. Sesungguhnya lisan ini senantiasa tidak mematuhi pemiliknya.
5. Berbicaralah, niscaya kalian akan dikenal karena sesungguhnya sese­orang tersembunyi di bawah lisannya.
6. Ketenangan seseorang terdapat dalam pemeliharaannya terhadap lisannya.
7. Lisanmu menuntutmu apa yang telah engkau biasakan padanya.
8. Lisan laksana binatang buas, yang jika dilepaskan, niscaya ia akan menggigit.
9. Jika lisan adalah alat untuk mengekspresikan apa yang muncul dalam pikiran, maka sudah seyogyanya engkau tidak menggunakan­nya dalam hal yang tidak ada dalam pikiran itu.
10. Perkataan tetap berada dalam belenggumu selama engkau belum mengucapkannya. Jika engkau telah mengucapkan perkataan itu, maka engkaulah yang terbelenggu olehnya. Oleh karena itu, simpanlah lisanmu, sebagaimana engkau menyimpan emasmu dan perakmu. Ada kalanya perkataan itu mengandung kenikmatan, te­tapi ia membawa kepada bencana.
11. Sedikit sekali lisan berlaku adil kepadamu, baik dalam hal menye­barkan keburukan maupun kebaikan.
12. Timbanglah perkataanmu dengan perbuatanmu, dan sedikitkanlah ia dalam berbicara kecuali dalam kebaikan.
13. Sesungguhnya ada kalanya diam lebih kuat daripada jawaban.
14. Jika akal telah mencapai kesempurnaan, maka akan berkuranglah pembicaraannya.
15. Apa yang terlewat darimu karena diammu lebih mudah bagimu untuk mendapatkannya daripada yang terlewat darimu karena per­kataanmu.
16. Sebaik-baik perkataan seseorang adalah apa yang perbuatannya membuktikannya.
17. Jika ringkas (dalam perkataan) sudah mencukupi, maka memper­banyak (perkataan) menunjukkan ketidakmampuan mengutarakan sesuatu. Dan jika ringkas itu dirasa kurang, maka memperbanyak (perkataan) wajib dilakukan.
18. Barangsiapa yang banyak bicaranya, maka banyak pula kesalahan­nya; barangsiapa yang banyak kesalahannya, maka sedikit malu­nya; barangsiapa yang sedikit malunya, maka sedikit wara’nya‘ (kehati hatian dalam beragama); barangsiapa yang sedikit wara’nya, maka mati hatinya; dan barangsiapa yang mati hatinya, maka dia akan masuk neraka.

Prinsip-prinsip Adab Dalam Rangka Membangun Bangsa Beradab



1. Menjaga kehormatan

* Menjaga Kehormatan Allah.
* Menjaga kehormatan Nabi dan Rasul.
* Menjaga kehormatan para Auliya’ dan Ulama.
* Menjaga kehormatan sesama menurut derajat masing-masing.

2. Memiliki cita-cita yang luhur

* Cita-cita luhur dalam kehidupan dunia dan akhirat, yaitu Allah swt. sebagai cita-cita paling luhur. Sehingga seluruh semangat dan hasrat kebangsaan diliputi nilai-nilai keluhuran moral Ilahiyah.


3. Berbakti yang baik

* Mengikuti jejak para Nabi dan Rasul
* Tidak mengklaim prestasi, karena segala daya dan kekuatan dari pertolongan Allah
* Terbangunnya kebesaran jiwa, karena menghargai Sang Pemberi anugerah dalam setiap gerak dan aktivitas.

4. Melaksanakan prinsip-prinsip utama

* Tidak mudah tergoda oleh aspek penunjang sedang prinsipnya terabaikan.
* Tidak meremehkan hal-hal principal
* Tidak memilih hal-hal gampang dengan melupakan gairah perjuangan dan kerja keras.

5. Mensyukuri nikmat.

* Memandang Yang Maha Memberi nikmat, bukan wujud nikmatnya.
* Senantiasa memandang anugerahNya setiap berbuat kebaikan.
* Rasa syukur ditumbuhkan dari kejernihan iman dan tauhid.

Tabiat Manusia


Sayyidina Ali K.W

1. Orang-orang lemah selalu menjadi lawan bagi orang-orang yang kuat, orang-orang bodoh bagi orang-orang bijak, dan orang-orang jahat bagi orang-orang baik. Inilah tabiat (manusia) yang tidak dapat diubah.
2. Kebiasaan itu kuat.
Maka, barangsiapa yang membiasakan sesuatu pada dirinya secara diam-diam dan dalam kesendiriannya, pasti akan menyingkapkannya secara terang-terangan dan terbuka.
3. Kebiasaan adalah tabiat kedua yang menguasai.
4. Kebiasaan yang buruk adalah persembunyian yang tidak aman.
5. Dan Allah membagi-bagi makhluk-Nya menjadi bangsa-bangsa yang berbeda negeri dan kemampuan, tabiat dan bentuk (penam­pilan). Dia menciptakan makhluk-makhluk dengan penciptaan yang sempurna dan menciptakannya sesuai dengan kehendak­Nya.

Ajal Manusia

1. Barangsiapa yang panjang umurnya, maka dia akan melihat pada diri musuh-musuhnya sesuatu yang menyenangkannya.
2. Barangsiapa yang telah genap berusia empat puluh tahun, dikata­kan kepadanya, “Waspadalah akan datangnya hal yang telah ditak­dirkan (kematian) karena sesungguhnya engkau tidak dimaafkan.” Dan bukanlah orang yang berumur empat puluh tahun itu lebih berhak mendapatkan peringatan daripada orang yang berumur dua puluh tahun.
Sebab, yang mengejar keduanya sama (satu), dan dia tidak pernah tidur dari yang dikejarnya itu, yaitu kematian. Karena itu, beramallah demi menghadapi situasi yang sangat me­nakutkan di hadapanmu dan tinggalkanlah perkataan-perkataan yang indah-indah (yang menipu manusia).
3. Barangsiapa yang telah berumur tujuh puluh tahun, dia akan ba­nyak mengeluh tanpa adanya suatu penyakit.
4. Cukuplah ajal sebagai penjaga.

Mencari Ilmu


1 Ilmu adalah sebaik-baik perbendaharaan dan yang paling indahnya. Ia ringan dibawa, namun besar manfaatnya. Di tengah-tengah orang banyak ia indah, sedangkan dalam kesendirian ia menghibur.
2 Pelajarilah ilmu karena sesungguhnya ia hiasan bagi orang kaya dan penolong bagi orang fakir. Aku tidaklah mengatakan, “Sesung­guhnya ia mencari dengan ilmu,” tetapi “ilmu menyeru kepada qand 'ah (kepuasan).”
3 Umur itu terlalu pendek untuk mempelajari segala hal yang baik untuk dipelajari. Akan tetapi, pelajarilah ilmu yang paling penting, kemudian yang penting, dan begitulah seterusnya secara berurutan.
4 Janganlah engkau memperlakukan secara umum orang yang telah memberimu pengetahuan, tetapi perlakukanlah dia seperti orang-­orang yang khusus. Dan ketahuilah bahwa Allah memiliki orang-­orang yang dititipi-Nya rahasia-rahasia tersembunyi dan melarang mereka menyebarkan rahasia-rahasia-Nya itu. Ingatlah ucapan se­orang laki-laki yang saleh (Khidhr) kepada Musa (a.s.), Musa a.s. sebelumnya berkata kepadanya:“Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?
“Dia menjawab, “Sesungguhnya kamu sekali­kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu ?” QS 18:66-68).
5 Pelajarilah ilmu. Jika kalian tidak memperoleh keberuntungan de­ngannya, maka dicelanya zaman bagi kalian lebih baik daripada ia dicela lantaran kalian.
6 Ilmu adalah kekuatan. Barangsiapa yang mendapatkannya, dia akan menyerang dengannya; dan barangsiapa yang tidak mendapatkan­nya, dialah yang akan diserang olehnya.
7 Ilmu terbagi menjadi dua: yang didapatkan dengan mengikuti ( mathbu ) dan yang didapatkan dengan belajar ( masmu ), dan ilmu yang didapat dengan belajar tidak akan bermanfaat jika ia tidak dilaksanakan ( mathbu ).
8 Kecintaan terhadap ilmu termasuk kemuliaan cita-cita.
9 Seluruh wadah akan menyempit dengan apa yang diletakkan di dalamnya, kecuali wadah ilmu, karena sesungguhnya ia akan ber­tambah luas.
10# Akal tidak akan pernah membahayakan pemiliknya selamanya, se­dangkan ilmu tanpa akal akan membahayakan pemiliknya.
11 Jika jawaban berdesak-desakan, maka yang benar akan tersembunyi.
12 Bagian terpenting ilmu adalah kelemahlembutan, sedangkan cacat nya adalah pernyimpangan.
13 Jika engkau menghendaki ilmu dan kebaikan, maka kibaskanlah (hindarkanlah) dari tanganmu alat kebodohan dan kejahatan. Se­bab, sesungguhnya tukang emas tidak akan memungkinkan bagi nya memulai pekerjaannya kecuali jika dia telah melemparkan alat pertanian dari tangannya.

Ilmu dan Pengamalannya


Sayyidina Ali K.W

1. Ilmu berhubungan dengan amal. Barangsiapa yang berilmu, niscaya mengamalkan ilmunya. Ilmu memanggil amal; maka jika ia menyambut panggilannya bila tidak menyambutnya, ia akan berpindah darinya.
2. Pelajarilah ilmu, niscaya kalian akan dikenal dengannya; dan amalkanlah ilmu (yang kalian pelajari) itu, niscaya kalian akan termasuk ahlinya.
3. Wahai para pembawa ilmu, apakah kalian membawanya? Sesungguhnya ilmu hanyalah bagi yang mengetahuinya, kemudian dia mengamalkannya, dan perbuatannya sesuai dengan ilmunya. Akan datang suatu masa, dimana sekelompok orang membawa ilmu, namun ilmunya tidak melampaui tulang selangkanya. Batiniah mereka berlawanan dengan lahiriah mereka. Dan perbuatan mereka berlawanan dengan ilmu mereka.
4. Orang yang beramal tanpa ilmu, seperti orang yang berjalan bukan di jalan. Maka, hal itu tidak menambah jaraknya dari jalan yang terang kecuali semakin jauh dari kebutuhannya. Dan orang yang beramal dengan ilmu, seperti orang yang berjalan di atas jalan yang terang. Maka, hendaklah seseorang memperhatikan, apakah dia berjalan, ataukah dia kembali?
5. Janganlah sekali-kali engkau tidak mengamalkan apa yang telah engkau ketahui. Sebab, setiap orang yang melihat akan ditanya tentang perbuatannya, ucapannya, dan kehendaknya.
6. Orang yang berilmu tanpa amal, seperti pemanah tanpa tali busur.

Serba Empat, Satu Yang Dipilih ALLAH


Syeikh Abdul Qadir al-Jilany
Allah swt berfirman: “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dikehendakiNya dan Dia Memilih.”
Allah memilih dari segala sesuatu yang ada, empat hal, lalu dipilihnya salah satu:

1. Allah memilih empat Malaikat, Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail, lalu Allah memilih Jibril.
2. Allah memilih empat dari para Nabi -- sholawat salam bagi mereka -- ; Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad. Lalu Allah swt memilih Nabi Muhammad saw.
3. Allah memilih empat dari para sahabat, Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali -Rodlyallahu anhum -- Lalu Allah swt memilih Abu Bakr ash--Shjiddiq ra.
4. Allah memilih empat dari masjid: Masjidil Haram, Masjidil Aqsha, Masjid Nabawi Madinah yang Musyarrafah dan Masjid Thursina. Lalu Allah swt memilih Masjidil Haram.
5. Allah memilih empat dari hari-hari: Hari Idul Ftri, hari Idul Adha, hari Arafah, dan hari Asyura’. Lalu Allah swt memilih hari ‘Arafah.
6. Allah memilih empat dari malam. Malam Al-Bara’ah, Malam Qadar, Malam Jum’at, dan Malam Ied. Lalu Allah swt memilih Lailatul Qadar.
7. Allah memilih empat dari lembah: lembah Makkah, Lembah Madinah, Lembah Baitul Muqaddas dan sepuluh Masjid. Lalu Allah swt memilih lembah Makkah.
8. Allah memilih empat bukit: Bukit Uhud, Bukit Thur Sina, bukit Lukam, dan bukit Libanon, Lalu Allah swt memilih bukit Thursina.
9. Allah memilih empat Sungai: syngai Jeihon, Sungai Seihunj, Sungai Niil, dan Sungai Eofrat.Lalu Allah swt memilih Sungai Niil.
10. Allah memilih empat dari bulan: Bulan Rajab, Sya’ban, Ramadlan dan Muharram, Lalu Allah swt memilih Sya’ban.

Doa


Allah swt. berfirman:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan dalam kerahasiaan.” (Q.s. A-A’raf. 55).
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. “(Q.s. Al-Mu’min: 60).
Rasulullah saw telah bersabda:
“Doa adalah inti ibadat.” (H.r. Tirmidzi, dari Anas bin Malik).
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata, “Doa adalah kunci bagi setiap kebutuhan. Doa adalah tempat beristirahat bagi mereka yang membutuhkan, tempat berteduh bagi yang terhimpit, kelegaan bagi perindu.”
Allah swt. menghinakan orang yang meninggalkan doa, dengan firman-Nya:
“Mereka menggenggamkan tangannya.” (Q.s. At Taubah: 67).
Ditafsirkan bahwa ayat ini bermakna, “Mereka tidak mengangkat tangan mereka dengan terbuka untuk berdoa kepada Kami.”

Sahl bin Abdullah menuturkan, “Allah swt. menciptakan makhluk dan berfirman, ‘Percayakanlah rahasia-rahasiamu kepada-Ku. Kalau tidak, maka melihatlah kepada-Ku. Kalau tidak, maka dengarkanlah Aku. Kalau tidak, maka menunggulah di depan pintu-Ku. Jika tak satu pun dari ini semua yang engkau lakukan, katakanlah kepada-Ku apa kebutuhan-Mu’.”

Sahl juga berkata, “Doa yang paling dekat untuk dikabulkan adalah doa seketika,” yang maksudnya adalah doa yang terpaksa dipanjatkan oleh seseorang dikarenakan kebutuhannya yang mendesak terhadap apa yang didoakannya.

Abu Abdullah al-Makanisy berkata, “Aku sedang bersama al Junayd ketika seorang wanita datang dan meminta kepadanya, `Berdoalah untukku agar Allah mengembalikan anakku kepadaku, karena dia telah hilang.”al-Junayd mengatakan kepadanya, `Pergilah, dan bersabarlah.’ Kemudian wanita itu berlalu, kemudian kembali lagi meminta al-Junayd agar berdoa lagi. al-Junayd menjawab, `Pergilah dan bersabarlah.’ Hal ini berlangsung berkali-kali, dan setiap kali al-Junayd mengatakan agar wanita itu bersabar. Akhirnya wanita itu berkata,
`Kesabaranku telah habis. Sudah tidak ada lagi sisa kesabaranku.’ Al-Junayd menjawab, `Jika demikian halnya, pulanglah sekarang, sebab anakmu telah kembali.’ Wanita itu pun pulang, dan menemukan anaknya.

Dia kembali kepada al-Junayd untuk mengucapkan terima kasih. Seseorang, bertanya kepada
al-Junayd, `Bagaimana engkau bisa tahu?’ Dia menjawab,
Allah swt. telah berfirman:
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila
ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan.’ (Q.s. An-Naml: 62).”

Orang berbeda pendapat mengenai mana yang lebih baik Berdoa ataukah berdiam diri dan bersikap ridha. Di antara mereka ada sebagian yang berkata, “Doa itu sendiri adalah ibadat, sebab Nabi saw telah bersabda, ‘Doa adalah otak ibadat.’ Adalah lebih balk melaksanakan apa pun yang merupakan amal ibadat daripada melewatkannya. Disamping itu, berdoa adalah hak Tuhan atas manusia. Kalaupun Dia tidak mengabulkan doa si hamba dan si hamba tidak memperoleh manfaat dengan doanya, namun sang hamba telah melaksanakan hak Tuhannya, sebab doa adalah ungkapan lahiriah kebutuhan penghambaan.”

Abu Hazim al-A’raj berkata, “Dihalangi berdoa adalah lebih menyedihkan hatiku daripada terhalangi untuk tidak dikabulkan.” Ada orang lain yang menegaskan , “Diam dan tidak berbuat apa-apa dalam menjalani ketetapan Tuhan adalah lebih sempurna daripada berdoa.


Bersikap ridha atas apa pun yang dipilih Allah untuk kita adalah lebih utama. Sehubungan dengan alasan ini, al Wasithy mengatakan, “Memilih apa yang telah ditetapkan bagimu dalam zaman azali adalah lebih balk bagimu daripada menentang keadaan yang ada sekarang.” Nabi saw bersabda, ‘Allah swt. berfirman dalam hadis Qudsi, Aku memberi kepada orang yang terlalu sibuk mengingat-Ku hingga tak sempat berdoa, lebih banyak daripada yang Kuberikan kepada mereka yang berdoa.”

Ada kelompok kaum yang berkata, “Si hamba harus berdoa dengan lidahnya, sementara pada saat yang sama dia juga bersikap ridha, dan dengan demikian menggabungkan keduanya itu.”
Pendapat yang lebih utama dalam hal ini adalah mengatakan bahwa waktu dan situasi itu berbeda-beda. Dalam situasi tertentu, doa adalah lebih baik daripada diam, yaitu sebagai perilaku adab seorang hamba. Sementara dalam keadaan lain, berdiam diri adalah lebih baik daripada doa, yaitu sebagai alasan adab pula.

Ini hanya bisa diketahui dalam waktu, karena pengetahuan mengenai waktu, jika seseorang mendapati hatinya condong untuk berdoa, maka berdoa adalah paling baik. Jika dia mendapati hatinya condong kepada berdiam diri, maka berdiam diri lebih baik.

Benar juga dikatakan bahwa tidaklah patut bagi si hamba untuk tidak mengabaikan penyaksian terhadap TuhannyaYang Maha Luhur ketika berdoa. Dia juga harus memberikan perhatian cermat kepada keadaan dirinya. Jika dia mengalami kelapangan yang meningkat dalam keadaan berdoanya, maka berdoa adalah paling baik baginya. Jika dia mengalami semacam kendala dan hatinya merasa sempit ketika berdoa, maka yang paling baik baginya adalah meninggalkan berdoa pada saat itu.

Jika dia tidak mengalami yang manapun dari kedua hal ini, maka terus berdoa ataupun meninggalkannya adalah sama saja baiknya. Jika kepeduliannya yang utama adalah pada keadaan ma’rifat dan berdiam diri, maka menghindari berdoa adalah lebih baik baginya. Dalam soal-soal yang menyangkut nasib kaum Muslimin atau yang berkaitan dengan kewajiban seseorang terhadap Allah, maka berdoa adalah lebih baik daripada tidak, tapi dalam perkara-perkara yang menyangkut kebutuhan diri sendiri, maka berdiam diri adalah lebih baik.

Dalam sebuah hadist disebutkan, ‘Apabila seorang hamba yang dicintai Allah berdoa, maka Allah berfirman, ‘Wahai Jibril, tundalah memenuhi kebutuhan hamba-Ku itu, karena Aku senang mendengarkan suaranya.’ Apabila seseorang yang tidak disukai Allah berdoa, Dia berfirman, ‘Wahai Jibril, penuhilah kebutuhan hamba-Ku itu, karena Aku tak suka mendengar suaranya’.”

Diceritakan bahwa Yahya bin Sa’id al-Qaththan bermimpi melihat Allah swt. dan ia berkata, “Wahai Tuhanku, betapa banyak kami telah berdoa kepadamu, tapi Engkau tidak mengabulkan doa kami!” Dia menjawab, “Wahai Yahya, itu karena Aku senang mendengarkan suaramu.”

Nabi saw menjelaskan:
“Demi Dia yang jiwaku berada di tangan-Nya, apabila seseorang yang dimurkai Allah berdoa, Dia akan menolaknya. Lalu orang itu berdoa lagi, akhirnya Allah swt. berfirman kepada para malaikat-Nya, ‘Hamba-Ku menolak untuk berdoa kepada selain pada Ku, makaAku pun mengabulkan doanya’.” (H.r. Ali r.a, dan dikeluarkan oleh al-Hakim).

Al-Hasan meriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. yang menuturkan, “Pada masa Nabi saw, ada seorang laki-laki yang berdagang antara Syam dan Madinah serta dari Madinah ke Syam. Dia biasa bepergian, tanpa bergabung dengan kafilah-kafilah demi tawakkal kepada Allah swt. Sekali waktu, ketika dia bepergian dari Syam ke Madinah, seorang penyamun mencegatnya dan berkata kepadanya, `Berhenti!’ Pedagang itu pun berhenti dan berkata kepada si penyamun, Ambillah barang-barangku tapi janganlah kau rintangi jalanku!’ Si penyamun menjawab, `Urusan harta bukan urusanku, tapi dirimulah yang kukehendaki.’ Maka pedagang itu menjawab, Apa yang kau kehendaki dariku, bukankah urusanmu itu hartaku? Ambillah barang-barang itu dan enyahlah!’ Si penyamun mengulangi apa yang telah dikatakannya. Si pedagang berkata, `Tunggulah sampai aku berwudhu dan berdoa kepada Tuhanku.’ Maka si pedagang pun bangkit, berwudhu, lalu shalat empat rakaat. Setelah itu dia mengangkat tangannya ke langit dan berdoa, `Wahai Yang Maha Penyayang, wahai Yang Maha Penyayang, wahai Pemilik Arasy yang Agung, wahai Yang dari-Nya segala sesuatu berasal dan kepada-Nya segala sesuatu kembali, wahai Yang Maha melakukan apa yang dikehendaki-Nya, aku memohon kepada-Mu dengan cahaya Wajah-Mu yang memenuhi segenap penjuru `Arasy-Mu, aku memohon kepada-Mu dengan kekuasaan yang dengannya Engkau memerintah makhluk-Mu, dan dengan kasih sayang-Mu, tidak ada Tuhan selain Engkau, wahai Maha Penolong, tolonglah aku!’

Diucapkannya doa itu tiga kali. Ketika dia selesai berdoa, tiba-tiba muncullah seorang penunggang kuda yang berwarna abu-abu dan berpakaian hijau dengan memegang tombak yang terbuat dari cahaya. Ketika si penyamun melihat pengendara kuda itu, ditinggalkannya si pedagang dan disongsongnya si pengendara kuda itu.
Ketika sudah dekat,
si penunggang kuda itu menyerang si penyamun sehingga si penyamun terlempar dari atas kudanya. Kemudian penunggang kuda mendatangi
si pedagang dan memerinahkan, bunuhlah dia!’ Namun
si pedagang itu balik berkata, `Siapa Anda? Aku tak pernah membunuh seseorang, dan diriku tak layak membunuhnya.’

Lalu penunggang kuda itu menuju si penyamun langsung membunuhnya. Kemudian datang pada si pedagang, sambil memberitahu, itu adalah seorang malaikat dari langit ketiga. Ketika engkau berdoa Untuk pertama kalinya, kami mendengar bunyi gaduh di pintu gerbang langit. Kami berkata, `Sebuah kejahatan telah terjadi.’ Ketika engkau berdoa’untuk kedua kalinya, pintu langit terbuka dan terlihat seberkas nyala api. Ketika engkau berdoa untuk ketiga kalinya, Jibril as. turun ke langit kami dan berteriak, `Siapakah yang mau menolong orang yang tertekan itu? Aku memohon kepada Allah swt. agar diizinkan membunuh penyamun itu. Ketahuilah, wahai hamba Allah, bahwa Allah akan memberikan kelapangan dan pertolongan kepada siapa saja yang berdoa dengan doamu tadi pada setiap saat yang penuh tekanan, malapetaka dan keputus-asaan.’

Setelah itu si pedagang melanjutkan perjalanannya dengan aman sampai ke Madinah dan pergi menemui Nabi saw serta menceritakan kisahnya kepada beliau, juga tentang doa yang diucapkannya. Nabi saw bersabda kepadanya, Allah telah mengilhamimu dengan Nama-nama-Nya yang paling indah, yang jika disebutkan dalam doa, niscaya
Dia akan mengabulkannya. Jika Dia dimohon dengan Nama-nama itu, Dia akan menganugerahkannya’.”
Di antara etika berdoa adalah adanya kehadiran hati. Berdoa tak boleh dilakukan dengan hati yang lalai. Diriwayatkan bahwa Nabi saw telah bersabda:
”Sesungguhnya Allah swt. tidak akan menjawab doa seorang hamba yang hatinya alpa.” (H.r. Tirmidzi dan Ahmad). Persyaratan lain adalah bahwa makanan si hamba haruslah diperoleh secara halal. Nabi saw menegaskan: “Perbaikilah kerjamu, niscaya doamu dikabulkan. “
(H.r. Thabrani).

Dikatakan, “Doa adalah kunci bagi kebutuhan seseorang, dan gerigi kunci tersebut adalah makanan yang halal.”
Yahya bin Mu’adz mengatakan, “Tuhanku, aku seorang pendosa; bagaimana aku bisa berdoa kepada-Mu? Bagaimana aku tidak akan berdoa kepada-Mu, sedang Engkau Maha Pemurah?”
Diceritakan bahwa Musa as. berjalan melewati seorang laki-lak:i yang sedang berdoa dengan rendah hati kepada Allah. Musa berkata, “Ya Allah, seandainya kebutuhannya ada dalam tanganku, niscaya akan
kupenuhi doanya.” Allah swt. mewahyukan kepada Musa, ‘Aku lebih pengasih kepadanya daripadamu. Dia memang berdoa kepada-Ku, tapi hatinya terpaut pada domba-dombanya. Sedang Aku tidak akan mengabulkan doa seorang hamba-Ku yang hatinya terpaut pada selain Aku.”Ketika Musa mengatakan kepada orang itu apa yang diwahyukan Allah swt. kepadanya itu, dia segera memalingkan hatinya dengan penuh perhatian kepada Allah swt, dan urusannya pun selesai.

Seseorang bertanya kepada Ja’far ash-Shadiq, “Apa sebabnya, kita berdoa tetapi tidak pernah dikabulkan?” Beliau menjawab, “Itu karena engkau berdoa kepada Tuhan yang engkau tak punya pengetahuan tentang-Nya.”

Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan, “Ya’qub bin Layts ditimpa penyakit yang membuat para dokter tidak berdaya. Mereka lalu berkata kepadanya, `Di negeri tuan ada seorang laki-laki saleh bernama Sahl bin Abdullah. Jika dia berdoa untuk tuan, niscaya Allah swt. akan mengabulkan doanya.’ Ya’qub pun lalu mengundang Sahl dan memerintahkan, `Berdoalah kepada Allah untukku.’ Sahl berkata, `Bagaimana doaku untukmu akan dikabulkan, sedangkan engkau berlaku zalim kepada orang banyak di dalam penjaramu?’ Maka Ya’qub lalu melepaskan semua orang yang ada dalam penjaranya. Sahl lalu berdoa, `Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperlihatkan kepadanya hinanya ketidakpatuhan kepada-Mu dengan menyembuhkan penyakitnya.’Ya’qub bin Layts lalu sembuh. Dia mencoba memberi Sahl harta kekayaan, tetapi Sahl menolak.

Seseorang berkata kepada Sahl, `Jika saja engkau mau menerimanya, engkau bisa memberikannya kepada orang miskin.’ Beberapa waktu kemudian, saat Sahl sedang memandangi kerikil-kerikil di padang pasir, kerikil-kerikil itu tiba-tiba berubah menjadi batu-batu permata. Dia bertanya kepada para sahabatnya, Apa perlunya bagi orang yang telah diberi anugerah seperti ini, menerima harta kekayaan dariYa’qub bin al-Layts’?”

Diceritakan bahwa Salih al-Marry sering menegaskan, “Barang siapa yang gigih mengetuk pintu, berarti sudah dekat saat terbukanya pintu itu baginya.” Rabi’ah Adawiyah bertanya kepadanya, “Sampai kapan engkau akan mengatakan begitu? Kapankah pintu itu tertutup hingga orang terpaksa memintanya agar dibuka?” Salih menjawab, “Seorang laki-laki yang sudah tua tak tahu akan kebenaran, dan seorang wanita mengetahuinya!”

As-Sary berkata, “Suatu ketika aku menghadiri pengajian Ma’ruf al-Karkhy. Seorang laki-laki datang kepadanya dan meminta, `Wahai Abu Mahfudz, berdoalah kepada Allah untukku, agar Dia mengembalikan kantongku. Kantong itu dicuri orang; isinya uang seribu dinar.’ Ma’ruf tetap diam. Untuk ketiga kalinya orang itu mengulangi permintaannya. Kemudian Ma’ruf menjawab, Apa yang harus kukatakan? Kukatakan, apa yang telah kuriwayatkan dari Nabi-nabi-Mu dan Wali-wali-Mu yang suci? ’ Kemudian Ma’ruf mengembalikan kepada-Nya. Tapi orang itu tetap mendesak, `Berdoalah kepada Allah untukku.’ Ma’ruf pun bedoa, `Ya Allah, pilihkanlah apa yang paling baik baginya’.”

Diriwayatkan bahwa al-Layts berkata, “Suatu ketika aku melihat Uqbah bin Nafi’ dan dia dalam keadaan buta. Kemudian aku bertemu dengan dia lagi, sedang matanya bisa melihat. Aku bertanya kepadanya , `Bagaimana penglihatanmu bisa pulih kembali?’ Dia menjawab, bahwa dalam mimpinya ada suara berseru, `Katakanlah, wahai Yang Maha Dekat, wahai Yang Maha Mengabulkan, wahai Yang Mendengarkan doaku, wahai Yang Maha Baik dalam kehendak-Nya,
kembalikanlah penglihatanku.’ Kuulangi doa ini dan Allah swt. lalu mengembalikan penglihatanku’.”

Syeikh Abu All ad-Daqqaq berkata, “Aku menderita sakit yang parah di mataku ketika untuk pertama kalinya aku kembali dari Marw ke Naisabur. Sudah agak lama aku tak bisa tidur. Suatu pagi aku tertidur lelap dan kudengar seseorang bertanya kepadaku, ‘Tidakkah Allah mencukupi bagi hamba-Nya?’ (Q.s. Az-Zumar: 36).
Aku terbangun dan kudapati penyakitku telah hilang dari mataku dan rasa sakitnya pun telah berhenti. Sesudah itu aku tak pernah lagi menderita sakit mata lagi.”

Diceritakan bahwa Muhammad bin Khuzaymah berkata, “Aku sedang berada di Iskandariyah ketika Ahmad bin Hanbal meninggal dunia. Aku betul-betul merasa sedih, hingga aku bermimpi bertemu dengan Ahmad bin Hanbal. Kulihat dia sedang melenggang. Aku bertanya, `Wahai Abu Abdullah, gerakan apa ini?’ Dia menjawab, `Ini adalah cara bergerak hamba-hamba di Rumah Kedamaian.’

Aku bertanya, “Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu?” Dia menjawab, `Dia telah mengampuniku, menempatkan sebuah mahkota di atas kepalaku, dan memberiku sepasang sandal emas untuk kupakai.
Allah berfirman kepadaku, ‘Wahai Ahmad, semua ini karena engkau telah menjaga al-Qur’an sebagai firman-Ku.’Kemudian Dia berfirman, ‘Wahai Ahmad, berdoalah kepada-Ku dengan kata-kata yang engkau terima dari Sufyan ats-Tsaury, yang dulu engkau ucapkan waktu engkau masih hidup.’ Maka aku pun berdoa, `Wahai Tuhan semesta, dengan kekuasan-Mu atas segala sesuatu, ampunilah segala dosaku dan janganlah Engkau tanyai aku tentang sesuatu pun.’

Kemudian Allah mempermaklumkan, ‘Wahai Ahmad, inilah surga. Masuklah!’ Lalu aku pun masuk’.”
Suatu hari, ada seorang pemuda yang memegang kain penutup Ka’bah dan berkata, “Tuhanku, tak ada seorang pun yang mesti didekati selain Engkau, tidak pula ada seorang perantara yang bisa disuap. Jika aku mematuhi-Mu, itu adalah karena limpahan rahmat-Mu, dan segala puji adalah bagi-Mu. Jika aku menentang-Mu, itu adalah karena kejahilan dan kesombonganku. Engkau punya argumentasi yang tak terbantah terhadap diriku melalui bukti-Mu terhadap diriku dan melalui ketiadaan argumentasiku terhadap-Mu, kecuali jika Engkau mengampuniku.”

Kemudian dia mendengar sebuah suara batin yang berseru, “Anak muda ini telah dibebaskan dari neraka.”
Dikatakan, “Manfaat doa adalah menampakkan kebutuhan di sisi-Nya. Jika doa tidak dilakukan, Allah swt. akan melakukan apa yang dikehendakiNya.”
Dikatakan juga, “Doa awam dilakukan dengan ucapan, doa kaum zahid dilakukan dengan tindakan, dan doa kaum ‘arifin dilakukan dengan ihwal hati.”
Juga dikatakan, “Doa terbaik adalah doa yang dikobarkan dengan kesedihan.”

Salah seorang Sufi menyatakan, “Jika engkau berdoa kepada Allah swt. agar dianugerahi sesuatu dan doamu dikabulkan maka berdoalah, siapa tahu saat itulah memang saat dikabulkannya doamu.”

Dikatakan, “Lidah kaum pemula terucap lewat doa, namun lidah mereka yang telah mencapai hakikat terbelenggu dalam kebisuan.” `
Ketika al-Wasithy diminta berdoa, dia menjawab, “Aku takut bahwa jika aku berdoa, Allah swt. akan berfirman kepadaku,
‘Jika engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang telah ditetapkan untukmu,’ berarti engkau meragukan Aku. Jika engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak ditetapkan bagimu, berarti engkau tidak memuji-Ku sebagaimana seharusnya. Namun jika engkau bersikap ridha terhadap keputusan-Ku, Aku akan memberikan anugerah lebih dari harapanmu’.”

Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Mubarak berkata, “Sudah limapuluh tahun aku tidak berdoa, dan aku tidak menginginkan orang lain berdoa untukku.”

Dikatakan, “Doa adalah tangga bagi orang-orang yang berdosa.”
Dikatakan juga, “Doa adalah saling bertukar pesan. Selama kedua pihak tetap bertukar demikian, semuanya akan baik.”
Dikatakan, “Orang-orang yang berdosa mengucapkan doa dengan air mata.”

Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan, “Jika seorang berdosa menangis, berarti dia telah membuka hubungan dengan Allah swt.” Tentang hal ini, para Sufi bersyair berikut:
Air mata pemuda mengungkapkan apa yang disembunyikan;
Nafasnya menjelaskan hati
yang menyembunyikan rahasia.

Salah seorang Sufi menyatakan, “Berdoa berarti meninggalkan dosa-dosa.”
Dikatakan, “Doa adalah cara seorang pencinta mengungkapkan kerinduaanya.”
Dikatakan, “Diizinkan berdoa, lebih baik dari anugerah.”
Al-Kattany menyatakan, “Allah swt. tidak menganugerahkan kaum beriman, untuk rnengungkapkan rasa bersalah, kecuali untuk membuka pintu kemaafan.”

Dikatakan juga, “Berdoa menyebabkan engkau hadir di hadirat Allah swt, sedang dikabulkannya doamu menjadikan engkau berpaling menjauh. Dan berdiri saja di pintu, lebih baik daripada pergi dengan membawa balasan.”
Dikatakan, “Doa berarti menghadap Allah swt. dengan ungkapan rasa malu.”
Dikatakan, “Satu prasyarat doa adalah bertumpu pada keputusan Allah swt. bersama ridha.”
Dikatakan pula, “Bagaimana engkau akan menunggu ijabah doa, sedang engkau menghalangi jalannya dengan melakukan dosa-dosa?”
Seseorang meminta kepada salah seorang Sufi agar didoakan: “Doa-kan aku.” Dijawab, “Engkau cukup dengan Allah swt. daripada unsur lain yang kau jadikan perantara antara dirimu dengan Diri-Nya.”

Abdurrahman bin Ahmad berkata, “Aku mendengar ayahku menceritakan bahwa seorang wanita datang kepada Taqy bin Mukhlad dan mengatakan kepadanya, `Orang-orang Byzantium telah menawan anakku. Aku tak punya apa-apa lagi di rumahku selain anakku itu. Aku juga tidak bisa menjual rumahku. Jika saja tuan bisa membawa saya kepada seseorang yang bisa menebusnya, sebab saya sudah tak tahu lagi mana siang mana malam. Saya tidak bisa tidur ataupun beristirahat.’ Taqy berkata kepadanya, `Baiklah, pergilah sampai aku melihat masalah ini, Insya Allah.’ Kemudian syeikh itu menundukkan kepalanya dan menggerak-gerakkan bibirnya. Kami menunggu beberapa saat lamanya. Kemudian wanita itu datang lagi bersama anaknya dan berseru kepada syeikh tersebut, Anakku telah kembali dengan selamat, dan dia punya cerita untuk tuan.’

Anaknya itu lalu mengisahkan, `Saya sedang berada dalam tawanan seorang pangeran Byzantium bersama dengan sekelompok tawanan. Sang panrgeran menugaskan seseorang untuk menyuruh kami bekerja setiap hari. Orang itu membawa kami kembali dari bekerja setelah matahari terbenam dengan dikawal oleh orang itu. Tiba-tiba rantai yang mengikat saya terputus dan jatuh dari kaki saya.’

Anak muda itu menyebutkan hari dan saat di mana peristiwa itu terjadi, dan saat itu adalah persis ketika wanita itu mendatangi Syeikh Taqy saat beliau berdoa. Si pemuda melanjutkan ceritanya:
`Pengawal memukul saya dan berteriak, `Engkau telah memutuskan rantai ini!’ Saya berkata, `Tidak, ia jatuh sendiri dari kaki saya!’

Orang itu kebingungan dan tak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia memanggil teman-temannya, lalu memanggil seorang pandai besi. Mereka lalu merantai saya lagi. Tapi begitu saya berjalan beberapa langkah, rantai itu terlepas lagi dari kaki saya. Mereka tercengang dan kemudian memanggil para pendeta mereka. Para pendeta itu bertanya kepada saya, “Apakah engkau punya ibu?” Saya katakan, `Ya.’ Mereka lalu berkata, `Doa ibumu telah dikabulkan. Allah swt. telah membebaskanmu. Kami tak bisa lagi merantaimu.’ Kemudian mereka memberi saya makanan dan bekal lalu menyuruh seorang pengawal mengantarkan saya sampai ke daerah kaum Muslimin’.”

Kesucian dan Kemuliaan Ilmu


1 Tiada kemuliaan seperti ilmu.
2 Ilmu adalah pusaka yang mulia.
3 Serendah-rendah ilmu adalah yang berhenti di lidah, dan yang paling tinggi adalah yang tampak di anggota-anggota badan.
4 Tetaplah mengingat ilmu di tengah orang-orang yang tidak menyukainya, dan mengingat kemuliaan yang terdahulu di tengah orang-orang yang tidak memiliki kemuliaan, karena hal itu termasuk di antara yang menjadikan keduanya dengki terhadapmu.
5 Jika Allah hendak merendahkan seorang hamba, maka Dia mengharamkan terhadapnya ilmu.
6 Jika mayat seseorang telah diletakkan di dalam kuburnya, maka muncullah empat api. Lalu datanglah shalat (yang biasa dikerjakannya), maka ia memadamkan satu api. Lalu datanglah puasa, maka ia memadamkan api yang satunya lagi (api kedua). Lalu datanglah sedekah, maka ia memadamkan api yang satunya lagi. Lalu datanglah ilmu, maka ia memadamkan api yang keempat seraya berkata, “Seandainya aku menjumpai api-api itu, niscaya akan aku padamkan semuanya. Oleh karena itu, bergembiralah kamu. Aku senantiasa bersamamu, dan engkau tidak akan pernah melihat kesengsaraan.”
7 Janganlah engkau membicarakan ilmu dengan orang-orang yang kurang akal karena mereka hanya akan mendustakanmu, dan tidak pula kepada orang-orang bodoh karena mereka hanya akan menyusahkanmu. Akan tetapi, bicarakanlah ilmu dengan orang yang menerimanya dengan penerimaan yang baik dan yang memahaminya.
8 Cukuplah ilmu itu sebagai kemuliaan bahwasanya ia diaku-aku oleh orang yang bukan ahlinya dan senang jika dia dinisbatkan kepadanya.

Kedudukan Ulama


1 Orang alim adalah lampu Allah di bumi. Maka, barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan baginya, dia akan memperoleh cahaya (ilmu) itu.
2 Kedudukan orang alim bagaikan pohon kurma, engkau menunggu kapan buahnya jatuh kepadamu.
3 Orang alim lebih utama dari pada orang yang berpuasa, mengerjakan shalat malam (tahajud), dan yang berjihad di jalan Allah. Jika seorang alim meninggal, maka terjadi lubang dalam islam yang tidak tertutupi sehingga datang orang alim lain yang datang kemudian (menggantikannya).
4 Orang yang (keluar dari rumahnya) mencari ilmu, para malaikat akan mengantar kepergiannya sehingga dia pulang (ke rumahnya).
5 Orang alim adalah yang mengetahui kemampuan dirinya, dan cukuplah seseorang dikatakan bodoh jika dia tidak mengetahui kemampuan dirinya.
6 Ketahuilah! Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang memelihara ilmu-Nya, menjaga yang dijaga-Nya, dan memancarkan mata air ilmu-Nya, mereka ini saling berhubungan dengan wilayah (perwalian), saling bertemu dengan kecintaan, minum bersama dengan gelas pemikiran, dan pergi dengan meninggalkan bau yang harum. Mereka tidak dicampuri oleh keraguan, dan tidak pula mereka bersegera dalam mengumpat. Berdasarkan hal itulah, mereka mengukuhkan pembawaan dan akhlak mereka, saling mencintai, dan saling berhubungan di antara sesama mereka. Mereka ini seperti keunggulan benih yang telah dipilih, yang diambil darinya dan dilemparkan. la telah dipisahkan oleh penyaringan dan dibersihkan oleh pembersihan.
7 Di antara hak seorang guru terhadap muridnya adalah hendaklah si murid tidak terlalu banyak bertanya kepadanya, tidak membebaninya dalam memberikan jawaban, tidak mendesaknya jika dia sedang malas, tidak menyebarkan rahasianya, dan tidak mengumpat seorang pun di sisinya.
8 Orang yang alim adalah yang mengetahui bahwa apa yang diketahuinya, jika dibandingkan dengan apa yang tidak diketahuinya, sangatlah sedikit. Maka, karena itulah dia menganggap dirinya bodoh. Oleh karena itu, bertambahlah kesungguhannya dalam mencari ilmu karena pengetahuannya akan hal itu.
9 Kesalahan yang dilakukan seorang alim seperti kapal yang pecah, maka ia tenggelam dan tenggelam pula bersamanya banyak orang.
10 Jika seorang alim tertawa satu kali, maka dia telah membuang satu ilmu dari dirinya.

Ilmu dan Kebodohan


Sayyidina Ali K.W

1. Orang yang bodoh adalah yang menganggap dirinya tahu tentang makrifat ilmu yang sebenarnya tidak diketahuinya, dan dia merasa cukup dengan pendapatnya saja.
2. Orang yang alim mengetahui orang yang bodoh karena dia dahulunya adalah orang yang bodoh, sedangkan orang yang bodoh tidak mengetahui orang yang alim karena dia tidak pernah menjadi orang alim.
3. Orang bodoh adalah kecil meskipun dia orang tua, sedangkan orang alim besar meskipun dia masih remaja.
4. Allah tidak memerintahkan kepada orang bodoh untuk belajar sebelum Dia memerintahkan terlebih dahulu kepada orang alim untuk mengajar.
5. Segala sesuatu menjadi mudah bagi dua macam orang: orang alim yang mengetahui segala akibat dan orang bodoh yang tidak mengetahui apa yang sedang terjadi padanya.
6. Ada dua orang yang membinasakanku: orang bodoh yang ahli ibadah dan orang alim yang mengumbar nafsunya.
7. Imam `Ali a.s. menjawab pertanyaan seorang yang bertanya kepadanya tentang kesulitan, dia berkata, “Bertanyalah engkau untuk dapat memahami, dan janganlah engkau bertanya dengan keras kepala. Sebab, sesungguhnya orang bodoh yang terpelajar serupa dengan orang alim, dan orang alim yang sewenang-wenang serupa dengan orang bodoh yang keras kepala.”
8. Engkau tidaklah aman dari kejahatan orang bodoh yang dekat denganmu dalam kekerabatan dan ketetanggaan. Sebab, yang paling dikhawatirkan terbakar nyala api adalah yang paling dekat dengan api itu.
9. Alangkah buruknya orang yang berwajah tampan, namun dia bodoh. la seperti rumah yang bagus bangunannya, tetapi penghuninya orang yang jahat, atau seperti taman yang penghuninya adalah burung hantu, atau kebun kurma yang penjaganya adalah serigala.
10. Janganlah engkau berselisih dengan orang bodoh, janganlah engkau mengikuti orang pandir, dan janganlah engkau memusuhi penguasa.
11. Yang engkau lihat dari orang yang bodoh hanyalah dua hal: melampaui batas atau boros.
12. Sebodoh-bodoh orang adalah orang yang tersandung batu dua ka1i.
13. Menetapkan hujah terhadap orang bodoh adalah mudah, tetapi mengukuhkannya yang sulit.
14. Tidak ada kebaikan dalam hal diam tentang suatu hukum, sebagaimana tidak ada kebaikan dalam hal berkata dengan kebodohan.
15. Tidak ada penyakit yang lebih parah daripada kebodohan.
16. Dan tidak ada kefakiran yang sebanding dengan kebodohan.

Nasihat


KESEHATAN
Sayyidina Ali K.W

1. Tidak ada penyakit yang lebih menguruskan dari pada kurang akal.
2. Tidak ada kesehatan bagi orang yang banyak makan.
3. Ada kalanya obat merupakan penyakit.
4. Meminum obat bagi tubuh seperti sabun bagi pakaian; ia membersihkannya, tetapi ia juga menjadikannya usang.
5. Hindarilah dingin pada permulaannya dan ambillah ia di akhirnya. Sebab, sesungguhnya dingin itu mempengaruhi badan seperti pengaruhnya pada pepohonan. Permulaannya merontokkan, sedangkan akhirnya berdaun.
6. Kesehatan adalah kerajaan yang tersembunyi

SEBUAH NASIHAT

1. Perhatikanlah orang yang memberikan nasihat kepadamu. Seandainya dia memulai dari sisi yang merugikan orang banyak, maka janganlah engkau menerima nasihatnya dan berhati-hatilah darinya. Akan tetapi, jika dia memulainya dari sisi keadilan dan kebaikan (orang banyak), maka terimalah nasihatnya itu.
2. Janganlah engkau meninggalkan pemberian nasihat kepada keluargamu karena sesungguhnya engkau bertanggung jawab atas mereka.
3. Berikanlah nasihat yang tulus kepada saudaramu, baik itu dalam hal yang baik maupun buruk.
4). Tidaklah memahami pembicaraanmu orang yang lebih senang berbicara kepadamu daripada mendengarkan pembicaraanmu. Tidaklah mengetahui nasihatmu orang yang hawa nafsunya mengalahkan pendapatmu. Dan tidaklah menerima argumentasimu orang yang berkeyakinan bahwa dia lebih sempurna daripadamu tentang pengetahuan yang engkau sampaikan kepadanya.

DORONGAN UNTUK SUNGGUH-SUNGGUH DALAM PEKERJAAN

1. Janganlah engkau mencari cepatnya pekerjaan, tetapi carilah yang bagusnya. Sebab, orang-orang tidak akan bertanya tentang berapa lama seseorang menyelesaikan pekerjaannya, akan tetapi mereka hanya bertanya tentang kualitas produksinya.
2. Cepat-cepatlah selagi ada kesempatan sebelum ia berubah menjadi kesedihan.
3. Orang yang berdakwah tanpa amal, seperti pemanah tanpa tali busur.
4. Bergerak merupakan perjuangan yang besar dalam hal meraih cita-cita.
5. Kelambatan adalah penyia-nyiaan.
6. Janganlah sekali-kali engkau bergantung pada lamunan karena hal itu merupakan komoditas orang dungu dan kebodohan tentang akhirat dan dunia.
7. Berjalanlah dengan penyakitmu, niscaya ia tidak akan berjalan denganmu.
8. Janganlah sekali-kali engkau malas. Sebab, barangsiapa yang malas, maka sesungguhnya dia tidak melaksanakan hak Allah.
9. Janganlah sekali-kali engkau berjanji dengan suatu janji yang engkau sendiri ragu apakah dirimu dapat memenuhinya. Dan janganlah sampai memperdayakanmu bahwa tempat pendakian itu rata, jika turunnya tidak rata. Ketahuilah bahwa bagi setiap perbuatan ada balasannya, maka takutlah akan akibatnya; dan bahwa setiap perkara datangnya secara tiba-tiba, maka hendaklah engkau senantiasa dalam keadaan waspada.

Ambisi Gila Tahta


Imam Al-Ghazali
Allah swt. berfirman: “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi.” (Q.s. Al-Qashash: 83).

Rasulullah saw bersabda:
“Cinta harta dan tahta dapat menimbulkan kemunafikan di dalam hati, sebagaimana air dapat menumbuhkan sayur-mayur.”
Sabdanya yang lain, “Serigala yang buas yang dilepas di kandang kambing tidak lebih berbahaya daripada cinta harta dan tahta dalam kehidupan agama seseorang.”
Sabdanya, “Sesungguhnya penghuni surga itu adalah setiap orang yang berambut kusut dan hanya memiliki dua potong baju yang telah lusuh. Apabila mereka mau menemui penguasa, mereka ditolak, dan la meminang wanita, mereka tidak mampu menikahinya, dan bila berkata tidak dihiraukan orang. Kebutuhan salah seorang dari mereka “ adalah gemuruhnya dada, dan andaikata nurnya dibagi-bagikan kepada sesama manusia pada hari Kiamat, tentu akan memadai.”

Sulaiman bin Handzahalah berkata, “Suatu ketika kami berjalan di belakang Ubay bin Ka’ab. Tiba-tiba Umar bin Khaththab melihatnya, lalu memanggilnya seraya menawarkan susu kepadanya.
Ubay bin Ka’ab pun berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, apa yang anda lakukan?’ Umar berkata, ‘Ini (susu) adalah sumber kehinaan bagi yang mengikuti dan menjadi fitnah bagi yang diikuti’.”
‘Al-Hasan berkata, “Sebenarnya suara sandal di belakang seseorang tidak kurang darinya, menunjukkan hati orang-orang sombong.”
‘ Abu Ayub berkata, “Demi Allah, tidaklah seorang hamba itu dibenarkan Allah, kecuali hatinya, bahwa dirinya tidak mengerti kedudukannya.”
Sungguh, betapa tercelanya popularitas dan kedudukan itu, kecuali Allah mempopularitaskan hamba-Nya di bidang agama, tanpa dicari seperti halnya kemasyhuran yang diberikan kepada para Nabi, Khulafaur-Rasyidin, ulama dan wali.


Hakikat Tahta
Hakikat tahta dan kedudukan adalah penguasaan terhadap hati orang lain sehingga tunduk kepadanya karena tahtanya, dan memujinya dengan ucapan serta berusaha memenuhi segala keinginannya sesuai perintahnya. Seperti harta, maknanya adalah kepemilikan dirham demi mencapai tujuan-tujuannya.
Demikianlah, tahta merupakan penguasa hati. Hanya saja, tahta lebih dicintai dibanding harta, karena bisa mendatangkan harta kekayaan. Hal itu disebabkan beberapa faktor, antara lain:
Dengan tahta, orang akan lebih mudah untuk meraup harta kekayaan, tetapi belum tentu dengan kekayaan seseorang dapat meraih jabatan secara mudah.

Tahta lebih aman dan terpelihara dari pencurian, perampasan dan bencana lainnya, berbeda dengan harta kekayaan yang senantiasa menjadi incaran para pencuri clan perampok.
Tahta lebih mudah untuk berkembang dan cepat menanjak, tanpa melalui proses berbelit-belit. Berbeda dengan harta yang perkembangannya memerlukan pencurahan pikiran, tenaga clan waktu.
Tahta berarti ketinggian atau kemuliaan. Sifat ini secara teologis merupakan sifat Allah swt. Dan setiap manusia, secara naluriah pasti mencintai sifat-sifat Allah swt. Bahkan sifat tersebut telah menjadi instrumen untuk meraih segalanya. Karena pada sifat tersebut ada rahasia samar, keterkaitan antara ruh dengan persoalan-persoalan ketuhanan. Dalam hal ini Allah berfirman, “Katakanlah, bahwa ruh itu urusan Tuhanku.” (Q.s. Al-Isra’: 85).

Tahta adalah perkara ketuhanan, yang memberi pesona pada watak, sebagai wahana kediktatoran dan satu-satunya eksistensi wujud. Itulah hakikat ketuhanan, karena tiada wujud lagi di sisi Allah. Bahkan semua yang maujud ini, hanyalah sebagai bayangan dari cahaya kekuasaan (qudrat). Dan bayangan itu hanya bersifat mengikuti, bukan pada dataran menyertai. Karena itu, tiada wujud lain yang menyertai Allah swt.

Manusia memiliki ambisi seperti itu. Bahkan pada jiwanya muncul egoisme seperti ucapan, “Akulah tuhan kamu sekalian yang luhur!” Namun Fir’aun kemudian memperjelas, dan manusia lain menyamarkan.

Tetapi manakala terputus dari sikap “satu-satunya dalam wujud” (yang paling), la tetap berambisi meraih keluhuran dan tahta di atas segalanya di dunia, agar ia bisa meraih apa yang dikehendakinya. Dan sikap demikian berarti memasuki wahana ketuhanan.

Sayang, manusia tidak mampu menundukkan semua itu, terhadap wujud di langit, bintang-bintang, lautan clan bukit-bukit. Lantas manusia tetap berambisi menguasai semua itu melalui ilmu pengetahuan. Sebab ilmu merupakan ragam dari kekuasaan. Seperti seseorangyang tidak mampu meletakkan sesuatu yang ajaib, akhirnya tetap berambisi bagaimana cara meletakkannya. Lalu la berambisi mengenal keajaiban-keajaiban laut clan keajaiban di perut bukit. Dan itu terproyeksi ketika manusia menundukkan bumi, hewan dan tambang serta tumbuh-tumbuhan.
Manusia menjadi sangat ingin memiliki dan memindahkan, dengan suatu proyeksi bahwa manusia telah menundukkan itu semua, dan pada saat yang sama penguasaan itu terbayang lewat hatinya. Hatinya pun dikaitkan dengan nuansa keagungan yang dikokohkan melalui perilakunya yang penuh kebesaran clan keagungan, diikuti oleh keyakinan akan keparipurnaan kekuasaannya, menebarkan pengaruhnya, sampai menjangkau negeri-negeri yang belum pernah diinjaknya clan penduduknya belum dikenal.
Semua itu merupakan ambisinya untuk berkait dengan sifat-sifat ketuhanan. Kadang-kadang sifat demikian lebih dominan, sementara nafsu-nafsu hewaninya justru melemah.

Etika Bertahta
Anda mungkin bertanya, mengapa meraih keluhuran seperti itu tercela? Padahal ambisi tersebut lahir dari kristalisasi akal clan ruh yang secara khusus berkaitan dengan urusan ketuhanan?
Perlu Anda ketahui, menggapai keluhuran yang hakiki merupakan tindakan terpuji, tidak tercela, apabila motivasi secara keseluruhan adalah taqarrub kepada Allah swt. Sebab, itulah supremasi dan kesempurnaan sejati, yang tidak mengandung kehinaan, kekayaan yang tidak mengandung kefakiran, kekekalan yang tidak mengandung kehancuran, serta kenikmatan yang tidak mengandung penyesalan sama sekali. Sementara ambisi yang dicaci adalah upaya mencapai kesempurnaan semu, bukan kesempurnaan hakiki.

Setiap keparipurnaan hakiki selalu dikembalikan pada asas keilmuan, kemerdekaan dan kekuasaan. Yaitu, nuansa yang bebas tidak terikat oleh makhluk lain. Sedangkan hamba, tidak memiliki kompetensi kekuasaan secara hakiki. Kekuasaannya terletak pada harta clan tahta. Dan kekuasaan demikian bersifat semu. Karena keduanya merupakan sesuatu yang tidak langgeng.
Bagi yang tidak abadi, pasti tidak mengandung kebajikan. Bahkan dikatakan penyair:
Kegelisahan yang dahsyat bagiku, jika kesukacitaan yang diyakini akan hilang
Kekuasaan seperti itu bagaimanapun akan habis karena kematian, serta tidak bisa dijamin kesuciannya. Siapa pun yang menyangka sebagai kekuasaan sempurna pasti akan tersungkur. Namun keparipurnaan itu ada pada tingkah laku kesalehan yang menuju taqarrub kepada Allah swt, yang tidak bisa musnah karena kematian, bahkan semakin berlipat ganda tanpa batas. Itulah ma’rifat yang hakiki terhadap Dzat Allah swt, Sifat clan Af’al-Nya, yaitu mengetahui totalitas wujud, bahwa tiada yang wujud melainkan Allah dengan segenap Af’al-Nya.; Tetapi, kadang-kadang ada orangyang memandangnya bukan dari sisi Af’al Allah swt. Seperti orang yang sedang melakukan operasi, bedah untuk kepentingan medis, atau memandang cuaca alam untuk kepentingan hukum astronomi, tentu la tidak bisa dikatakan punya kekuasaan.

Di antara proyeksi keparipurnaan hakiki adalah kebebasan. Yaitu, bebas dari segala bentuk ketergantungan seluruh instrumen duniawi. Sebab semua itu akan bertemu dengan ajal kematian. Kemudian lebih konsentrasi pada disiplin yang dituju, yaitu Allah swt. Sebagaimana firman-Nya kepada Daud as, “Wahai Daud, Aku-lah tujuanmu yang sebenarnya, dan tetaplah pada tujuanmu.”
Ilmu dan kebebasan merupakan perilaku kesalehan yang paripurna dan hakiki. Sementara harta dan anak anak hanyalah perhiasan dunia, yang kesempurnaannya hanyalah semu.
Orang-orang yang hatinya terbalik, adalah mereka yang membalik kebenaran hakiki, dan berpaling dari upaya mencapainya. Mereka hanya sibuk mencari kesempurnaan semu belaka. Mereka kelak akan dibakar oleh api penyesalan sesudah mati, karena mereka menyaksikan kerugian dunia dan akhirat. Mereka mencari sebab-sebabnya, namun tidak pernah sukses mencapai ma’rifat dan kebebasan. Sedang dunia, hanyalah titipan dan berbalik memusuhinya, sementara mereka mewarisi musuh-musuh itu.

Anda jangan menyangka kalau iman dan ilmu itu berpisah dari Anda karena kematian. Kematian tidak bisa merobohkan tempat ilmu, apalagi kematian bukanlah ketiadaan hingga Anda menduga ketika Anda tiada, sifat-sifat Anda juga hilang. Makna kematian hanyalah pisahnya badan dan ruh. Apabila ruh menyendiri dari badan, la akan tetap ada dengan ilmu dan kebodohannya. Pemahamannya perlu uraian yang luas, karena adanya rahasia yang tidak bisa termuat dalam buku ini.
Tetapi, kalau Anda mengenal esensi materi tahta, sebagai kesempurnaan semu, maka Anda telah mengenal pula terapinya yang ada dalam relung cintanya di hati.

ManakalaAnda tahu, seandainya penghuni bumi ini sujud kepada Anda, pasti tidak akan lama - kecuali sejenak waktu - serta tidak ada lagi orang yang bersujud dan disembah.
Waktu dunia akan menekan Anda, dari kekuasaan apalagi dari kampung halaman atau negara Anda. Lalu, bagaimana Anda bisa rela, meninggalkan kerajaan abadi dan tahta yang panjang di sisi Allah dan malaikat-Nya, dengan menempatkan tahta Anda yang hina, penuh sesak orang-orang sombong, sama sekali mereka tidak memberi manfaat dan membahayakan Anda, mereka tidak bisa memberi kekuasaan, kematian, kehidupan, keleluasaan, rezeki clan kepastian? Memang, penguasa atau raja hati, seperti raja manusia pada umumnya. Anda butuh kekuasaan sedikit untuk menjaga diri Anda dari kezaliman clan permusuhan, menjaga Anda dari hat-hal yang mengganggu Anda, keselamatan clan kebahagiaan Anda yang kelak; berpengaruh pada kehidupan agama Anda.

Upaya seperti itu diperbolehkan, dengan syarat Anda punya sikap qanaah menurut kadar kebutuhan, sebagaimana dalam soal harta. Syarat lain, Anda tidak menggunakan untuk kepentingan riya’, dan tentunya tindakan demikian haram hukumnya. Anda tidak boleh mengaplikasikan kekuasaan untuk kepentingan, persekongkolan; misalnya Anda menampakkan din Anda, namun sebenarnya tidak demikian adanya. Tentunya, tidak ada bedanya antara orang yang; memiliki kekuasaan hati dan orang yang menguasai harta.

Apabila Anda memperoleh tahta disertai jalan yang benar, dengan membatasi diri sekadar menjaga dari ancaman musuh, Anda akan selamat dari bahaya tahta. Hanya saja di depan Anda ada bahaya besar, lebih dari bahaya kekuasaan harta. Karena tahta yang kecil mendorongnya untuk meraih harta yang banyak. Sebab, tahta lebih nikmat daripada harta. Karenanya, Anda telah menyerahkan agama secara cuma-cuma kepada orang yang tidak dikenal identitasnya. Padahal Anda toh memahami banyak hadits.



Motivasi Tahta
Motivasi meraih tahta adalah kesenangan terhadap pujian. Manusia menikmati pujian tersebut dalam tiga hal:
Pertama, yang dipuji merasa memiliki supremasi kesempurnaan, dan merasakan supremasi tersebut sebagai sesuatu yang nikmat. Sebab kesempurnaan adalah sifat-sifat Ilahiah.
Kedua, ia merasa menguasai hati orang yang memuji, dan bisa menegakkan kharisma kepada orang tersebut, karena telah tunduk kepadanya.
Ketiga, la merasakan bahwa pemujinya benar-benar serius dengan ‘ pujiannya, sehingga kekuasaannya semakin menebar. Apalagi jika pujian itu merambah khalayak umum, ia semakin menikmati pujian tersebut.

Pada kenikmatan pujian yang pertama di atas, akan sirna rasa nikmatnya, apabila pujian muncul dari orang yang tidak memiliki pandangan jiwa, karenanya, pujian itu tidak menambah kualitas kesempurnaannya. Sedangkan kenikmatan pujian kedua, juga tidak membekas bila muncul dari orang rendah yang tidak memiliki akses kekuasaan. Sebab dominasi terhadap wahana hati orang rendahan tersebut tidak diperhitungkan. Dan kenikmatan ketiga juga sirna apabila pujian dilontarkan di tempat yang sunyi, tidak di tengah khalayak. Karena kenikmatan pujian di sini justru muncul di tengah khalayak.

Cercaan, termasuk hal yang dibenci oleh orang yang berambisi pada tahta, karena akan merusak faktor-faktor kenikmatan tahtanya. Manusia banyakyang hancur karena senang dipuji, clan benci dicerca. Bahkan sikap tersebut ditonjolkan lewat pamer dan kemaksiatan.
Terapi penyakit hati tersebut adalah, seseorang harus memikirkan kenikmatan pada sisi pertama di atas. Bahwa pujian karena harta dan tahta, hanyalah kesempurnaan semu. Bahkan menjadi penyebab musnahnya kesempurnaan hakiki, karena la merasa gelisah lantaran kesemuan tersebut, dan sama sekali tiada kegembiraan.

Bila seseorang dipuji karena ilmu clan wara’nya, seyogyanya kebahagiaannya sekadar pada predikat tersebut clan harus bersyukur kepada Allah, bukan kepada si pemuji. Tetapi apabila predikat ilmu dan wara’ itu tidak terdapat dalam dirinya, kebahagiaannya justru merupakan kesombongannya. Seperti kebahagiaan orangyang dipuji dengan kata-kata, “Betapa harum nafasmu!” padahal la tahu nafasnya berbau. Begitu juga dalam pujian dengan predikat berilmu, wara’ dan zuhud, padahal la sendiri tahu, bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki predikat tersebut. Sedangkan terapi terhadap rasa menikmati pujian yang kedua clan ketiga, bisa kita telaah dalam terapi cinta tahta di atas.

Budi Pekerti Yang Baik


Sayyidina Ali K.W
1. Budi pekerti yang mulia ada sepuluh: dermawan, malu, jujur, menyampaikan amanat, rendah hati (tawadhu), cemburu, berani, santun, sabar, dan syukur.

1. Tiga macam orang yang tidak diketahui kecuali dalam tiga situasi: (pertama), tidak diketahui orang pemberani kecuali dalam situasi perang. (Kedua), tidak diketahui orang yang penyabar kecuali ketika sedang marah. (Ketiga), tidak diketahui sebagai teman kecuali ketika (temannya) sedang butuh.
2. Janganlah sekali-kali engkau menjadi orang yang keburukannya lebih kuat daripada kebaikannya, kekikirannya lebih kuat daripada kedermawanannya, dan kekurangannya lebih kuat daripada kebajikannya.
3. Pandanglah buruk pada dirimu apa yang engkau pandang buruk pada selainmu.
4. Semulia-mulia nasab adalah akhlak yang baik.
5. Tidak ada teman yang seperti akhlak yang baik, dan tidak ada harta warisan seperti adab.
6. Hendaklah engkau ridha akan perlakuan orang-orang terhadapmu sama seperti engkau ridha atas perlakuanmu terhadap mereka.
7. Adab adalah pusaka yang terbaik.
8. Jika engkau menyukai akhlak yang mulia, maka hendaklah engkau menjauhi segala hal yang haram.
9. Tidak adanya adab adalah sebab segala kejahatan.
10. Perjalanan adalah ukuran akhlak.
11. Kasihanilah orang-orang fakir yang sedikit kesabarannya, kasihanilah orang-orang kaya yang sedikit syukurnya, dan kasihanilah semua karena lamanya kelalaian mereka.
12. Kemuliaan keturunan yang paling tinggi adalah akhlak yang baik.
13. Ketakwaan adalah akhlak yang utama.
14. Akhlak yang baik adalah sebaik-baik teman.
15. Kalau segala sesuatu harus dipisah-pisahkan, maka dusta tetap bersama takut, kejujuran bersama keberanian, santai bersama keputusasaan, kelelahan bersama kerakusan, penolakan bersama ketamakan, dan kehinaan bersama utang.
16. Hendaklah kalian menjaga adab. Sebab, jika kalian raja, pasti kalian akan melebihi raja-raja yang lain; jika kalian penengah, pasti kalian akan dapat mengatasi (yang lain); dan jika kehidupan kalian miskin, pasti kalian akan dapat hidup (terhormat) dengan adab kalian.
17. Pilihlah untuk diri kalian, dari setiap kebiasaan, yang paling bagusnya, karena sesungguhnya kebaikan merupakan kebiasaan.
18. Semulia-mulia raja adalah yang tidak dicampuri kesombongan dan tidak menyimpang dari kebenaran. Sekaya-kaya orang adalah yang tidak tertawan oleh ketamakan. Sebaik-baik kawan adalah yang tidak menyulitkan kawan-kawannya. Dan sebaik-baik akhlak yang paling dapat membantunya dalam ketakwaan dan ke-wara `-an (kehati-hatian dalam beragama).
19. Seseorang tidak akan menjadi mulia sehingga dia tidak peduli dengan pakaian yang mana saja dia muncul (di tengah-tengah masyarakatnya).
20. Adab adalah pakaian yang senantiasa baru.

Zuhud


1 Zuhud seluruhnya terdapat di antara dua kalimat dari ayat Alqur’an. Allah SWT berfirman: supaya kamu tidak berduka atas apa yang luput darimu, dan tidak terlalu gembira atas apa yang diberikan Nya kepadamu (QS 57:23) . Maka, barangsiapa yang tidak berduka atas apa yang telah lewat, dan tidak terlalu bergembira dengan yang didapat, dia telah mengambil zuhud dalam kedua sisinya (secara sempurna).
2 Zuhud di dunia adalah pendek angan-angan, bersyukur ketika mendapatkan nikmat, dan menjauhi segala hal yang haram.
3 Zuhud adalah perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah.
4 Tidak akan binasa orang yang hemat, dan tidak akan menjadi miskin orang yang zuhud.
5 Seutama-utama zuhud adalah menyembunyikan zuhud.
6 Zuhud adalah kekayaan.
7 Orang yang zuhud terhadap dinar dan dirham adalah lebih mulia daripada dinar dan dirham.
8 Zuhudlah di dunia, niscaya Allah akan memperlihatkan kepadamu aib-aib dunia itu, dan janganlah engkau lalai, maka sesungguhnya engkau bukanlah orang yang tidak mengerti akan dirimu sendiri.
9 Beruntunglah orang-orang yang zuhud di dunia; yang merindukan kehidupan akhirat. Mereka adalah orang-orang yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan, tanahnya sebagai tilamnya, airnya untuk bersuci, Alqur’an sebagai syiarnya, dan do’a sebagai bantalnya. Kemudian mereka meninggalkan dunia sama sekali sebagaimana yang ditempuh al-Masih (`Isa a.s.).
10 Kekayaan yang paling mulia adalah meninggalkan banyak keinginan.
11 Sesungguhnya orang-orang yang zuhud di dunia, hati mereka menangis walaupun mereka tertawa, kesedihan mereka bertambah wa laupun mereka berbahagia, dan mereka membenci diri mereka wa laupun mereka senang dengan rezeki yang dikaruniakan kepada mereka.
12 Tidak ada kezuhudan (yang lebih utama) seperti kezuhudan terhadap segala hal yang haram.
13 Imam `Ali a.s. berkata dalam menyifati orang-orang yang zuhud, “Mereka adalah orang-orang yang tinggal di dunia, tetapi mereka bukan termasuk penghuninya; mereka hidup di dunia, tetapi mereka seperti yang bukan berasal dari dunia.”
14 Jika engkau tidak membutuhkan sesuatu, maka tinggalkanlah ia dan ambillah yang engkau butuhkan saja.

Qonaah (Kepuasan)


1. Imam 'Ali a.s. pernah ditanya tentang firman Allah Ta'ala: Maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (QS 16:97), Imam `Ali a.s. menjawab, “la adalah qana`ah (kepuasan).”
2. Buah (hasil) dari qana'ah adalah kenyamanan.
3. (Qana'ah adalah) menjaga apa yang ada di tanganmu lebih engkau cintai daripada meminta apa yang ada di tangan orang lain.
4. Orang merdeka adalah budak selama dia tamak, sedangkan budak adalah orang yang merdeka selama dia qana'ah.
5. Janganlah engkau malu memberi (bersedekah) walaupun itu sedikit, karena tidak memberi itu lebih sedikit.
6. Kefakiran dan kekayaan keluar berkeliling, lalu keduanya bertemu dengan qana'ah, maka keduanya menetap (bersama).
7. Jika kekayaan bertambah, maka berkuranglah selera.
8. Tidak ada perbendaharaan yang lebih berharga daripada qana'ah
9. Kekayaan yang paling besar adalah meninggalkan banyak keinginan.

Malu dan Kemuliaan


Sayyidina Ali K.W

1. Kemuliaan adalah dengan akal dan adab, bukan dengan asal-usul dan keturunan.
2. Tidak ada kemuliaan bersama adab yang buruk.
3. Kemuliaan adalah meyakini kematian bahwasanya ia berada di leher manusia.
4. Kemuliaan berkaitan dengan kekecewaan, malu dengan tidak mendapatkan sesuatu, dan kesempatan berjalan seperti jalannya awan, maka cepat-cepatlah engkau ambil semua kesempatan yang baik.
5. Tidak ada keimanan yang (nilainya lebih besar) seperti malu dan sabar.

Sabar


Sayyidina Ali K.W

1. Sabar adalah kunci kesenangan.
2. Sabar adalah benteng dari kefakiran.
3. Sabar adalah keberanian.
4. Kesudahan sabar adalah positif dan menyenangkan.
5. Sabar termasuk salah satu sebab kemenangan.
6. Sabar adalah kendaraan yang tidak akan menjatuhkan pengendara¬nya.
7. Menanggung kesombongan kehormatan lebih berat daripada menanggung kesombongan kekayaan, dan kehinaan kefakiran menghalangi seseorang dari kesabaran, sebagaimana kebanggaan kekayaan mencegah seseorang dari berbuat adil.
8. Menanggung beban adalah kuburan aib.
9. Sabar ada dua, yaitu: sabar terhadap apa yang engkau benci, dan sabar terhadap apa yang engkau sukai.
10. Buanglah darimu segala kesusahan yang menimpamu dengan kesabaran yang teguh dan keyakinan yang baik.
11. Sesungguhnya di antara perbendaharaan kebajikan adalah sabar terhadap segala musibah dan menyembunyikan musibah itu.
12. Orang yang bersabar pasti akan meraih keberuntungan, meskipun itu diperoleh setelah waktu yang lama.
13. Bagi setiap bencana pasti ada batas yang berakhir padanya, sedang¬kan obatnya adalah sabar terhadapnya.
14. Kesabaran yang teguh akan memadamkan api nafsu.
15. Seandainya kesabaran berbentuk seorang laki-laki, pasti dia adalah seorang laki-laki yang saleh.