Minggu, 18 April 2010

HUBUNGAN HATI DENGAN ORGAN TUBUH LAIN

Hubungan hati dengan organ-organ tubuh lainnya, laksana raja yang bertahta di atas inggasana yang dikelilingi para punggawanya. Seluruh anggota punggawa bergerak atas perintahnya. Dengan kata lain, bahwa hati itu adalah pengendali dan sekaligus sebagai pemberi komando terdepan yang setiap anggota tubuh berada di bawah kekuasaannya. Di hati inilah anggota badan lainnya mengambil keteladanannya, baik dalam ketaatan atau penyimpangan. Organ-organ tubuh lainnya selalu mengikuti dan patuh dalam setiap
keputusan.Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya); “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, apabila daging itu baik maka baiklah tubuh manusia itu, akan tetapi bila daging itu rusak maka rusak pula tubuh manusia. Ketahuilah
bahwa sesungguhnya segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari-Muslim)
Pengelompokan Hati ManusiaHati manusia terbagi menjadi tiga klasifikasi;
Qalbun Shahih (hati yang suci), Qalbun Mayyit (hati yang mati), dan Qalbun Maridl (hati yang sakit).
Pertama, Qalbun Shahih Yaitu hati yang sehat dan bersih (hati yang sehat) dari setiap nafsu yang menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan dari setiap penyimpangan yang menyalahi keutamaan-Nya. Sehingga ia selamat dari pengabdian kepada selain Allah, dan mencari penyelesaian hukum pada selain Rasul-Nya. Karenanya, hati ini murni pengabdiannya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik pengabdian secara iradat (kehendak), mahabbah (cinta), tawakkal (berserah diri), takut atas siksa-Nya dan mengharapkan karunia-Nya. Bahkan seluruh aktifitasnya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Jika mencintai maka cintanya itu karena Allah, dan jika membenci maka kebenciannya itupun karena Allah, jika memberi atau bersedekah, hal itu karena-Nya dan jika tidak memberi, juga karena Allah. Dan tidak hanya itu saja, tapi diiringi dengan kepatuhan hati dan ber-tahkim kepada syari'at-Nya. ia mempunyai landasan yang kuat dan prinsip tersendiri dalam menjadikan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai suri tauladan dalam segala hal. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Hujurat [49] : 1)
Ciri-ciri Qalbun Shahih
1. Apabila hati pergi meninggalkan dunia menuju dan berdomisili di alam akhirat,
sehingga seakan ia termasuk penduduknya. Ia datang ke dunia fana ini bagaikan seorang asing yang kebetulan singgah sebentar sebelum meneruskan perjalanan menuju alam akhirat. Sebagaimana telah diwasiatkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada 'Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma (yang artinya); “Jadikanlah
dirimu di dunia ini seakan-akan kamu orang asing atau orang yang sedang
menyeberangi suatu jalan.” (HR. Bukhari)
2. Jika ia tertinggal wirid, atau sesuatu bentuk peribatan lainnya, maka ia
merasakan sakit yang tiada terperi, melebihi sakitnya orang yang tamak dan
kikir saat kehilangan barang kesayangannya.
3. Ia senantiasa rindu untuk dapat mengabdikan diri di jalan Allah, melebihi
keinginan orang yang lapar kepada makanan dan minuman. Yahya bin
Mu'adz berkata; “Barangsiapa yang merasa berkhidmat kepada Allah, maka segala sesuatupun akan senang berkhidmat kepadanya, dan barangsiapa tentram dan puas dengan Allah maka orang lain tentram pula ketika melihat dirinya.”

LANGKAH-LANGKAH MENJADI SUFI

Langkah-langkah utk menjadi Sufi Sebagaimana sudah maklum bahwa menurut pandangan sebagian sufi apabila seorang muslim ingin menjadi seorang sufi maka ia harus menjalani langkah-langkah sbb;

1. Syariat. Dalam tataran ini muslim yg bersangkutan harus belajar fiqih yg meliputi ibadah muamalah munakahat mewaris jinayat dan khilafah . Kajian fiqih yg demikian sudah dirumuskan dan dituangkan dalam “Fiqih Madzhab Empat”. Idealnya seorang kandidat salik yg mau memasuki tarekat hendaknya memahami dan mengerti kajian fiqih empat madzhab itu bahkan ditambah lagi dgn fiqih Jakfari yg lazimnya dianut oleh jamaah Syiah. Sekurang-kurangnya ia memahami fiqih satu madzhab misalnya fiqih Syafii. Lazimnya para sufi dalam hal fiqih ini menganut salah satu madzhab dari empat madzhab yg tersedia.

2. Tarikat. Perkataan tarikat dalam istilah tasawuf artinya wadah tempat mendidik dan melatih para salik. Komponen-komponen tarikat terdiri dari guru tarikat atau guru rohani yg disebut mursyid atau syekh. Kualitas seorang syekh harus memiliki ilmu syariat dan hakekat secara lengkap. Pemikirannya dan tutur katanya serta perilakunya dalam banyak hal harus mencerminkan akhlak yg terpuji. Salik atau murid tarikat; suluk yaitu amalan dan wirid atau perbuatan yg harus dikerjakan oleh salik berdasarkan perintah syekh; zawiyah yaitu majlis tempat para salik mengamalkan suluk. Disamping itu ada satu syarat yg harus dipenuhi oleh kandidat salik yaitu baiat antara dia dan syekh. Baiat itu sendiri ada dua macam yaitu ;

Baiat suwariyah yaitu baiat bagi seorang kandidat salik yg hanya sekedar ia mengakui bahwa syekh yg membaiatnya ialah gurunya tempat ia berkonsultasi dan syekh itupun mengakui orang tersebut adl muridnya. Ia tidak perlu meninggalkan keluarganya utk menetap tinggal dalam zawiyah tarikat itu utk terus menerus bersuluk atau berdzikir. Ia boleh tinggal dirumahnya dan bekerja sehari-hari sesuai dgn tugasnya. Ia sekadar mengamalkan wirid yg diberikan oleh gurunya itu pada malam-malam tertentu dan bertawassul kepada gurunya itu. Ia dan keluarganya bersilaturrahmi kepada gurunya itu sewaktu-waktu pula. Apabila ia memperoleh kesulitan dalam hidup ini ia berkonsultasi dgn gurunya itu pula.
Baiat ma`nawiyah yaitu baiat bagi seorang kandidat salik yg bersedia utk dididik dan dilatih menjadi sufi yg arif bi I-lah . Kesediaan salik utk dididik menjadi sufi itupun sudah barang tentu berdasarkan pengamatan dan keputusan guru tarikat itu. Salik yg masuk tarikat melalui baiat yg demikian harus meninggalkan anak-istri dan tugas keduniaan. Ia berkhalwat dalam zawiyah tarikat didalam penegelolaan syekhnya. Khalwat ini bisa berlangsung selama beberapa tahun bahkan belasan tahun. Muhammad Ibn Abdillah yg kemudian menjadi khatamu I-anbiya wa I-mursalin berkhalwat di Gua Hira selama 20 tahun. Ia berhenti berkhalwat sesudah ia mencapai tingkat ma`rifat dan hakikat yaitu dgn wahyu turunnya surat al-Alaq lima ayat berturut-turut yg disampaikan oleh Jibril. Pertemuannya dgn malaikat Jibril adl ma`rifat sedangkan wahyu yg diterimanya merupakan hakikat.

3. Ma`rifat. Perkataan ma`rifat secara bahasa artinya pengetahuan atau ilmu. Dalam istilah tasawuf berarti mengenal atau melihat alam ghaib seperti syurga atau neraka bertemu dgn para nabi para malaikat para auliya dll yg semuanya itu terjadi bukan dalam mimpi. Dalam hal ini saya mengajukan contoh pengalaman Syekh Muhammad Samman seorang sufi abad ke-18 di Madinah sebagaimana tergambar dalam naskah melayu yg berjudul “Hikayat Syekh Muhammad Samman”. Didalamnya ia mengatakan bahwa sesudah sholat shubuh ia merasa ruhnya keluar dari jasadnya kemudian ruhnya naik kelangit pertama hingga langit ketujuh. Disana ia bertemu dgn Nabi Ibrahim a.s dan bercakap-cakap dengannya sedangkan ia tetap dalam keadaan ingat .

4. Hakikat. Perkataan hakikat dalam istilah tasawuf ialah esensi atau pangkal dari semua alam yg maujud baik yg ghaib ataupun yg syahadah yaitu Nur Muhammad atau hakikat Muhammad tatkala Tuhan menuturkan sabda kun! maka tampillah Nur Muhammad yg merupakan mazharu-Haqqi Ta`ala. Dengan demikian maka mazhar pula zat yaitu Nur Muhammad yg berupa zat Allah ; asma yaitu nama Allah; sifat yaitu kamalu I-lah dan af `alu I-Lah . Keempat hal tersebut merupakan percikan terang dari Allah Allah pada Nur Muhammad itu . Menurut Ibn Arabi wujud Nur Muhammad ini apabila dilihat dari segi zatnya ia adl Allah tetapi apabila dilihat dari sifat-sifat dan asma-asmanya ia adl fi`il-Nya sedangkan Allah itu mahasuci dan Maha Tinggi tidak ada lafal dan kata-kata maupun kalimat yg memadai utk menyifatinya .

Macam-macam Tarekat Kalau kita lihat perkembangan tasawuf dari awal tadi terlihat berbagai macam versi tasawuf dari yg benar kepada yg menyimpang dari yg sunni kepada yg bidie. Kita lihat pemaparan beberapa ulama dibawah ini .

Ibnu Taimiyah membagi sufi menjadi 3 macam ;

Sufiyah haqoiq yaitu mereka yg full timer beribadah dan berdzikir serta zuhud terhadap dunia.
Sufiyah Arzaak yaitu mereka yg sibuk mencari rizki tetapi tetap melakukan kewajiban sebagai muslim dan meninggalkan larangan Allah SWT serta menjaga sopan santun Islam dan jauh dari bid`ah.
Sufiyah rusuum yaitu mereka yg berpakaian seperti sufi tetapi sedikit amalannya orang kira itulah sufi tetapi mereka bukan sufi yg sebenarnya. .
Al Hajwairi berpendapat sufi ada 3;

Sufi yaitu orang yg full timer beribadah kepada Allah dan jauh dari pengaruh dunia.
Mutasowwif yaitu orang sufi yg bermujahadah mencapai tempat pertama.
Al Mustasawwif yaitu orang yg menyerupai sufi dari kalangan penguasa pengusaha dan kalangan elit tapi mereka tidak banyak amalnya.
Sementara Arrazi membagi sufi menjadi enam;

Ashhabul Aadat mereka yg hanya memperhatikan pakaian dan penampilan.
Ashhabul ibadat mereka yg banyak beribadah dan jauh dari dunia.
Ashhabul Hakikah mereka yg sudah selesai melaksanakan perintah wajib tidak melaksanakan yg sunnah tetapi berfikir terhadap ciptaan Allah dan tenggelam dgn dzikir kepada-Nya.
Annuriyah mereka yg berpandangan bahwa hijab ada dua bersifat cahaya dan api. Bersifat cahaya merupakan upaya utk memiliki sifat-sifat terpuji sedangkan bersifat api menghindari sifat-sifat tercela seperti dengki marah tamak dll.
Al Hululiyah mereka yg berkeyakinan hulul atau ittihad dan tidak memperhatikan peranan akal samasekali.
Al-Mubahiyah mereka yg mengaku cinta kepada Allah SWT tetapi melanggar ajaran Allah SWT mereka ini yg paling buruk krn beranggapan Allah SWT telah mengangkat taklif kepada mereka.
Sedangkan Muhammad bin Saad menyebutkan empat macam sufi;

Zahidun wariuun yaitu mereka yg hidup secara Islam dgn zuhud dan wara`.
Ghulat Mulhidun yaitu mereka yg berlebihan sampai ketingkat atheis.
Mutawassilun Gholuum yaitu mereka yg berlebihan dalam bertawassul.
Muqollidun Murtaziqun yaitu mereka yg mengaku sufi utk mendapat dunia dan pengaruh.
Penilaian Untuk menghindari agar kita tidak terjerumus dalam kubangan kesesatan maka kita perlu berhati-hati dalam menilai apalagi mengikuti tasawuf agar tidak salah jalan. Nasehat pakar sufi modern Dr.Abdurrahman Badawi dalam bukunya Tarikh Tasawuf Islami menyebutkan bahwa titik tolak tasawuf itu ada tiga macam ;

Berdasarkan Kitabullah dan Sunnar Rasulullah SAW serta salaf sholeh secara benar bukan sekedar pengakuan.
Berdasarkan penafsiran manusiawi yg tidak jarang menyimpang.
Berdasarkan kecenderungan pribadi terlepas dari ajaran Islam.
Tentunya kita mengikuti yg pertama meskipun lbh baik kita menggunakan istilah Al Qur`an yaitu Tazkiyah . Intinya agar kita zuhud dan wara` dari kemewahan dunia dan bersungguh-sungguh mencapai keni’matan akhirat. Hal itu dgn cara mengikuti petunjuk Rasulullah SAW baik perbuatan ucapan atau persetujuannya krn petunjuk Beliau adl sebaik-baik petunjuk dan ajaran beliau telah sempurna . Wallahu A`lam.