Jumat, 02 Juli 2010

PANDANGAN AL-GHAZALI DAN EMILE DURKHEIM TENTANG PENDIDIKAN MORAL DALAM MASYARAKAT MODERN

Dalam bagian awal ini, penulis mencoba untuk menegaskan beberapa istilah kunci dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dilakukan untuk menghindari misunderstanding dan misinterpretation terhadap beberapa istilah yang digunakan dalam judul skripsi ini. Istilah-Istilah yang akan dijelaskan itu meliputi:

1. Pandangan

Pandangan dalam skripsi ini dimaksudkan sebagai pemikiran yang mendasar dan sistematis.

1. Al-Ghazali

Imam al-Ghazali, nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali at-Thusi, tapi dalam dunia Islam ia lebih dikenal dengan sebutan al-Ghazali saja.[1]) Dalam sejarah pemikiran Islam al-Ghazali dikenal sebagai ahli dan praktisi pendidikan, agama, hukum Islam, dan memiliki keilmuan yang luas mengenai filsafat, tasawuf, kejiwaan, akhlak (moral) dan spiritualitas Islam.[2]

1. Emile Durkheim

Emile Durkheim adalah seorang pemikir dan profesor kelahiran Perancis, ahli dan praktisi pendidikan, dan filsuf moral yang lahir pada lahir pada tanggal 15 April 1858 di Epinal, suatu perkampungan kecil orang Yahudi di bagian timur Perancis yang agak terpencil dari masyarakat luas.[3]

1. Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata paedagogia (Yunani) yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Namun kata ini sering diartikan seorang pelayan pada masa Yunani kuno yang pekerjaaannya mengantar dan menjemput anak sepulang dari sekolah. Paedagogis berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).[4] Kemudian makna paedagogos berarti pekerjaan yang mulia, karena pengertian paedagogog berarti orang yang bertugas membimbing anak dalam pertumbuhannya kearah berdiri sendiri dan bertanggung jawab.[5]

Sedangkan pendidikan dalam pandangan etimologi adalah education yang berasal dari bahasa Latin eex (keluar) dan dudere duc (mengatur, memimpin dan mengarahkan). Secara harfiah pendidikan berarti mengumpulkan informasi dan menyampaikan serta menyalurkan kemampuan (bakat).[6] Adapun John Dewey mengartikan pendidikan sebagai suatu proses pembentukan dasar yang bersifat fundamental yang menyangkut daya pikir (intelektual), maupun daya rasa (emosi) manusia.[7]

Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu usaha sadar yang dilakukan manusia untuk membawa anak didik ke tingkat dewasa dalam arti mampu memikul tanggung jawab moral.[8] Selain itu Omar Muhammad Al- Thoumy al-Syaibani menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dan kehidupan alam semesta.[9]

1. Moral

Moral berasal dari kata Mores yang berarti kebiasaan, adat istiadat. Sinonim dari kata tersebut adalah etik (Ethos, bahasa Yunani kuno yang berarti kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir),[10] Akhlaq (bahasa Arab, jamak dari kata Khulq yang berarti tingkah laku atau budi pekerti),[11] serta budi pekerti (bahasa Indonesia). Dagobert D. Runer menjelaskan[12] bahwa istilah moral (Inggris) seringkali digunakan untuk merujuk pada aturan-aturan, tingkah laku, dan kebiasaan individu atau kelompok. Dengan demikian istilah moral atau akhlak dapat digunakan untuk menunjukkan arti tingkah laku manusia maupun aturan-aturan tentang tingkah laku manusia. M. Amin Abdullah misalnya, mengartikan moral sebagai aturan-aturan normatif yang berlaku dalam masyarakat tertentu.Lebih lanjut Amin Abdullah membedakan antara moral dan etika dimana moral merupakan tata nilai yang sudah jadi dan siap pakai sementara etika merupakan studi kritis terhadap moralitas, sehingga moral tidak lain adalah obyek material dari etika.[13]

Istilah Moral seringkali digunakan secara silih berganti dengan akhlak. Berbeda dengan akal yang dipergunakan untuk merujuk suatu kecerdasan, tinggi rendahnya intelegensia, kecerdikan dan kepandaian. Kata moral atau akhlak acap kali digunakan untuk menunjukkan suatu perilaku baik atau buruk, sopan santun dan kesesuaiannya dengan nilai-nilai kehidupan.[14]

Dalam The Advanced of learner’s Dictionary of Current English dijelaskan tentang pengertian moral dalam empat arti yang saling terkait dan berhubungan satu sama lain, yaitu:

a) Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar salah (concerning principles of rigt and wrong)

b) Baik dan Buruk (good and virtuous)

c) Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah (able to understand the difference between rigt and wrong)

d) Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik (teaching or illustrating good behaviour).[15]

Terlepas dari perbedaan kata yang digunakan baik moral, etika, akhlak, budi pekerti mempunyai penekanan yang sama, yaitu adanya kualitas-kualitas yang baik yang teraplikasi dalam perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari, baik sifat-sifat yang ada dalam dirinya maupun dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat. Walau mempunyai perbedaan, namun moral, etika dan akhlaq dapat dianggap sama apabila sumber ataupun produk budaya yang digunakan sesuai.[16]

Oleh karena itu dalam skripsi ini istilah moral digunakan untuk menunjukkan aturan-aturan normatif, tata nilai tentang tingkah laku dan juga tentang sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai makhluk individu seperti jujur, dapat dipercaya, adil, bertanggung jawab dan lain-lain, maupun sebagai makhluk sosial dalam hubungannya dengan masyarakat, seperti kejujuran, penghormatan sesama manusia, tanggung jawab, kerukunan, kesetiakawanan, solidaritas sosial dan sebagainya.

Dengan pengertian diatas maka kajian tentang pendidikan moral bukan sekedar kajian tentang bagaimana mengajarkan norma moral tentang mana nilai-nilai keutamaan dan mana nilai-nilai keburukan, namun lebih dari itu merupakan kajian tentang bagaimana moralitas anak didik dikembangkan untuk mencapai moralitas yang baik dalam segala situasi kehidupan.

1. Masyarakat Modern

Pengertian Masyarakat modern dalam skripsi ini adalah masyarakat yang ditandai oleh adanya modernisasi yang memiliki ciri-ciri adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi, tumbuhnya rasionalitas dan sekularisasi dan adanya pergerakan menuju progress.

Modernisasi dalam kajian ini ditandai oleh perubahan-perubahan besar dibidang sosial, politik, ekonomi, kultural, dan ideologi yang tidak dapat dicerabut dari konteks historisnya yang terjadi di barat. Bertolak dari sana gelombang raksasa ini menciptakan perubahan-perubahan substantif dan kreatif, hasil sintetis faktor-faktor eksogen dan endogen dalam masyarakat dibelahan bumi yang lain. Namun modernisasi sebenarnya bukan hanya menyangkut perubahan- perubahan institusional melainkan juga terjadinya perubahan-perubahan kesadaran pada manusia. Masyarakat modern seringkali didasarkan dengan adanya karakteristik distansi, individuasi, progress, rasionalisasi dan sekularisasi pada kesadaran yang menandai manusia modern.[17]

Dari batasan-batasan yang ada diatas , maka yang dimaksud dengan PANDANGAN AL-GHAZALI DAN EMILE DURKHEIM TENTANG PENDIDIKAN MORAL DALAM MASYARAKAT MODERN dalam skripsi ini adalah sebagai pemikiran yang mendasar dan sistematis dari Al-Ghazali maupun Emile Durkheim berkaitan dengan upaya membantu peserta didik memahami esensi dan arti penting nilai-nilai moral dan mampu mengembangkan segala potensinya mewujudkan nilai-nilai moral itu dalam perilaku nyata ditengah kehidupan masyarakat modern yang ditandai oleh adanya modernisasi, yang memiliki ciri-ciri adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi, tumbuhnya rasionalitas dan sekularisasi dan adanya pergerakan menuju progress.

Untuk mendownload silakan klik link di bawah ini

0 komentar: