Senin, 22 Februari 2010

Hanya Allah Saja Yang Terlihat


Rosnalisa Setya.Psi / 40 Th - Consuler Trust Psichologi Indonesia
Bila shalat disebut Nabi Muhammad Saw sebagai tiang agama, maka tampaknya doa lebih dari itu. ”Doa adalah senjata kaum beriman, tiang agama sekaligus cahaya langit dan bumi,” begitu Sabda Rasulillah Saw dalam sebuah haditsnya.

Perjalanan spiritual Rosnalisa Setya, perempuan yang kerap disapa Lisa ini, dihantarkan oleh sebuah doa yang tidak sekedar bentuk ekspresi lambang kefakiran spiritual, lebih dari itu sebagai cahaya yang menerangi perjalanannya lebih dekat kepada Allah Swt.

Dalam keadaan duduk, dengan kepala tertunduk dan kedua belah tangan menengadah, beberapa bait munajat mengalir dari kedua belah bibir Lisa, “Ya, Rob. Beri hamba kwalitas ibadah sebagaimana telah Kau berikan itu kepada kekasih-Mu, Kanjeng Muhammad Saw yang menjadi penghulu para nabi-Mu,” begitu kira-kira yang terucap.
Suasana yang melingkupi Lisa saat itu bisa diibaratkan seperti seorang yang sudah berhari-hari sakit perut, tak bisa makan, tak bisa tidur, malah obat hasil rujukan resep dokter ahli pun tak berfungsi meredakan penyakitnya. Perempuan kelahiran Banjarmasin ini benar-benar dihantui perasaan galau dan cemas saat itu. Ia juga mengalami kurang percaya diri dan mudah putus asa, dua hal yang seharusnya tak terjadi pada seorang consuler yang sehari-hari akrab dengan ilmu psichologi.

Dalam soal ibadah, alih-alih membuatnya rendah hati, hati beku dan kepala batu masih menggelayuti keseharian dosen psikologi kesehatan komunikasi di beberapa Sekolah Tinggi di Jakarta ini. “Ibadah yang saya jalani masih saya rasakan pada tataran kulit luar semata. Saya menginginkan sebuah ibadah yang benar-benar bernilai. Saya merindukan suasana yang benar-benar berdimensi ilahiah disetiap ibadah dan saya bermohon kepada Allah agar dianugerahi kwalitas ibadah seperti yang di anugerahi Allah kepada Nabi Muhammad atau setidaknya mendekat kearah sana,” ujar Lisa.

Hingga tiba masanya, di satu malam, dimana ketika Lisa baru saja usai menyampaikan munajatnya agar diberikan kwalitas ibadah yang lebih bermutu, ada sesuatu yang menghenyakkan dan menyentakkan sukmanya. Akan tetapi sesuatu itu benar-benar menebar keindahan dan kebahagiaan yang belum pernah Lisa temukan sepanjang hayatnya. “Tak ada kata yang bisa mengurai sesuatu itu, Mas. Meski hanya dalam hitungan detik, keindahan dan kebahagiaan saat itu masih saya rasakan dalam waktu yang cukup panjang. Dan hanya Allah saja yang terlihat,” tutur isteri Iwan Setyawan, dengan mata berbinar.

Pengalaman yang dialami Lisa itu sepertinya serupa dengan pengalaman yang umumnya ditemukan oleh para pecinta Allah yang tak sanggup lagi menyaksikan lebih jauh hakikat keagungan Sang Dicinta (Allah; red) ketika penyaksiannya mencapai puncak keindahan, hingga membuat hatinya cemas, berkobar, dan bergerak bangkit untuk terus “memburu” Allah Swt.

Itulah pengalaman Lisa yang sesaat kemudian mirip dengan penjelasan Allah dalam Al-Quran bahwa ketika Allah Swt berkenan memberi petunjuk kepada hamba-Nya, Allah lapangkan dadanya menerima Islam (Q.S. Al-An’am (6):125). Betapa kuatnya dorongan hati ibu dari Alvin Faridzi ini untuk bertarekat sesudah menemukan pengalaman unique itu.“Hasil istikharah menyimpulkan saya harus bertarekat,” ujar alumni fakultas psikologi Universitas Daarul Ulum Jombang Jawa Timur ini. Lisa pun melabuhkan jiwanya pada aliran tarekat yang bersilsilah pada Sulthaanul Awliya’ Syeikh Imam Abul Hasan Asy-Syaadziliy. Suaminya, Iwan Setyawan, yang muallaf pun turut bertarekat mengikuti jejak Lisa.

Bahagia dan gembira mengisi hari-hari Lisa setelah memutuskan diri untuk total berada di Dunia Ruhani, Dunia (para) Sufi. Bahagia dan gembira itu bukan terstimulasi oleh menambahnya materi, melainkan limpahan rahmat Allah dalam bentuk Nur Ilahi yang membuatnya mampu mencandra hakikat (rahasia) sesuatu baik rahasia taat maupun maksiat, entah itu rahasia sedih maupun senang, apakah itu rahasia nikmat maupun musibah, dan seterusnya dan sebagainya. “Saat, sesudah bertarekat, tingkat kepercayaan diri dan kepasrahan saya pada Allah Swt jauh lebih baik,” kata Lisa mengungkap side effect Dunia Ruhani pada dirinya.

Kebahagiaan dan kegembiraan yang dialami Lisa, dalam ilmu tasauf diistilahkan dengan uns atau keintiman spiritual. Ia menjadi hal yang niscaya dari tersingkapnya tabir yang ada diantara sang hamba dengan Allah Swt. Pandangannya menjadi terfokus hanya kepada-Nya tanpa menoleh kepada sesuatu yang lain kecuali Ia. Uns merupakan keadaan spiritual ketika hati dipenuhi dengan cinta dan keindahan, kelembutan dan belas kasih, serta pengampunan Allah ‘Azza Wajalla. Keindahan uns yang tak dapat terlukiskan membuat seseorang mengalami kedekatan dengan Allah, bahkan ketika Allah menjaga jarak dengan dirinya.

Psikiater yang sedang melakukan penelitian Korelasi Kecerdasan Spiritual Terhadap Dunia Kerja ini sepertinya sudah sampai pada keadaan uns yang demikian itu hingga apapun keadaan yang dihadapinya, semuanya menjadi tak memiliki pengaruh dalam dirinya. “Susah-senang bagi saya sama saja, ada Allah disana,” begitu tutur Lisa. “Saya tak akan pernah mencari tempat pelarian yang lain lagi sebab saya kini tahu dimana tempat satu-satunya harus dipijak,” tutur Lisa lagi.

Begitu pula dengan doa. Berdoa bagi Lisa saat ini jauh melampaui dari persoalan meminta dan ia tak ambil pusing dengan persoalan dikabulkan atau tidak.Yang penting buat Lisa sekarang ini adalah Allah bersama keintiman-Nya. Ini bukan berarti Lisa kini tak pernah lagi berdoa. Doa bagi Lisa tak lebih dari sekedar pemenuhan terhadap apa yang diminta Sang Kekasih (Allah;red) kepadanya. Tidak lebih dari itu.
Lisa seperti nya sudah dianugerahi doa pada tingkatan yang sekaligus menjadi cahaya langit dan bumi sebagaimana terisyaratkan dalam sabda Nabi Muhammad Saw dimuka. Semoga. Wallaahu A’lam!

0 komentar: