Senin, 12 April 2010

Peran Tasawuf Untuk Mencerdaskan Pribadi Muslim

Tasawuf sebagai pengetahuan spiritual dengan Tarikat yang merupakan suatu metode langsung atau “Top Down” yang digunakan oleh para sufi untuk menyingkap lapis demi lapis hijab kebenaran relatif dengan melalui intuisi penyingkapan dan penyaksian, rasionalitas melalui proses penyucian jiwa, dan penguraian filosofis, yang sedikit demi sedikit akan membawa pelakunya kepada pemahaman makrifat tentang hakikat manusia atau “Pengetahuan Qolbu” yang akan membawanya menuju penyaksian “Realitas Absolut (al-Haqq)”. Oleh karena itu, keterlibatan individu sebagai pelaku, pelakon, atau sebagai partisipan di dalam praktek tasawuf (tarikat) mutlak diperlukan. Tidak mengherankan jika hasil-hasil pengetahuan tasawuf umumnya bersifat intuitif-subyektif-realistis. Dalam arti, Anda tidak akan mendapatkan makna sebenarnya jika tidak terlibat langsung di dalam prosesnya. Dapatkah Anda merasakan enaknya kopi kalau Anda tidak pernah minum kopi?

Bagaimanakah kedudukan Ilmu Tasawuf atau Sufisme di tengah derasnya gelombang peradaban manusia dimana kita terlibat di dalamnya? Apakah pengetahuan ini masih relevan dalam pembinaan moral dan akhlak Manusia Indonesia khususnya Pribadi Muslim?

Peradaban merupakan produk penerapan ilmu pengetahuan yang dipahami manusia atau sains dari pengamatannya atas tanda-tanda Tuhan di lingkungan hidupnya dan dirinya sendiri. Sains (baik sains eksak, biologi, maupun sosial) merupakan produk dari kognisi dan persesi inderawi, rasionalitas logis ilmiah, dan filsafat dalam lingkup fisikal (eksoteris) yang terukur yang merupakan pendekatan “Bottom-Up” untuk membangun suatu pengetahuan (knowledge) guna mengenali realitas relatif.

Obyek dari sains adalah alam semesta fisik beserta isinya sebagai tanda-tanda atau pesan-pesan dari Sang Pencipta, termasuk manusia dan polah tingkahnya. Secara eksistensial yang diamati manusia dalam keterbatsannya adalah “materi dan energi”. Output dari sains adalah realitas relatif yang bersifat kebendaan dengan batas-batas yang jelas atau terkuantifikasikan. Bahkan, jika obyek kajian sains adalah manusia, hasilnya adalah manusia sebagai obyek biologis dan psikologis yaitu ilmu hayat, neurosains, dan pengetahuan manusia yang berhubungan dengannya.

Sedangkan tasawuf merupakan pengetahuan yang diperoleh dari intuisi penyingkapan, penyaksian dan penyucian jiwa. Obyeknya adalah manusia dengan tujuan untuk memperoleh “Pengetahuan Makrifat” dan “Pengetahuan Qolbu” sekaligus dengan mengenali dirinya sendiri dan memproyeksikannya untuk mengenal Tuhannya sebagai Pencipta dan sampai kepada makna hakiki-Nya dalam keterbatasan manusia yang mencari Diri-Nya. Produk akhirnya adalah cermin kaca yang bersih mengkilat dan tembus cahaya, dimana semua kotoran dan karat yang menempel di dalamnya sudah dibersihkan. Nabi SAW sering mengibaratkan qolbu yang bersih ibarat singhasana raja. Oleh karena itu, Ilmu tasawuf atau Sufisme memegang peranan penting dan sangat mendasar pada pembinaan akhlak dan perilaku manusia, moralitasnya atau lebih khusus pada Pribadi Muslim, mengingat peranannya sebagai pengarah peradaban dalam perjenjangan integralistis penampakkan Af’al, Asma dan Sifat Allah. Dengan Tasawuf, sebagai ilmu dan tarikat sebagai praktek, manusia dapat belajar dan mengenali hakikat dirinya, ilmu pengetahuannya, dan Tuhannya.

Doktrin Tasawuf “Kenalilah dirimu maka engkau akan kenal Tuhanmu” pada dasarnya merupakan suatu doktrin universal bagi manusia spiritual, apapun agamanya. Untuk meraih pengetahuan esoteris seperti itu, maka manusia dapat melakukannya melalui proses pendidikan keruhanian. Output dari tasawuf adalah hakikat yang merupakan esensi dirinya sendiri sebagai penampakkan (tajalli) yang sempurna dari Penciptanya. Secara esensial berarti Allah SWT dan menyaksikan dengan menauhidkan-Nya : Allah, Dialah Yang Esa. Tanpa bantuan Tasawuf maka langkah sains dan derap peradaban akan terhenti di tengah jalan, cuma sampai kepada tingkat realitas yang relatif, kering dan tanpa makna, jauh dari hakikat tentang Realitas Absolut sebenarnya. Sedangkan tasawuf merupakan pendekatan top-down dimana pemaknaan atas realitas relatif terjadi sehingga realitas itu setingkat lebih maju dan memiliki makna yang utuh dan mencapai dua pengetahuan yaitu “Pengetahuan Makrifat” dan “Pengetahuan Qolbu”.

1 komentar:

pemuda itu solusi bukan polusi mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.